Minggu, 24 November 2013

Dharmogandul


Dharmogandul (Menggugat Kejawaan)

Posted: 24 November 2013 in Sastra
0
index
Diterjemahkan Oleh : Toto Margiyono
Bagian I
Sekilas Kerajaan Majapahit
1.Pada suatu hari Dharmagandhul berbicara kepada Kalamwadi “Bagaimana awal mulanya orang-orang tanah Jawa meninggalkan agama Budhi berganti dengan agama Islam ?”. Ki Kalamwadi menjawab “Aku sendiri juga tidak begitu paham, tetapi aku diberi tahu oleh Guruku yang bisa aku percaya, menceritakan awal mula orang Jawa meninggalkan agama Budha dan beralih ke agama Rasul”
2.Dharmagandhul berkata “Terus bagaimana ceritanya ?”Ki Kalamwadi segera berkata lagi “Bab ini sebenarnya perlu untuk disampaikan, agar orang yang tidak pernah tahu untuk dapat mengetahuinya
3.Pada zaman kuno Negara Majapahit itu bernama Negara Majalengka, dan nama Majapahit itu hanya sebagai samaran, tetapi bagi yang belum tahu ceritanya, ya Majapahit itu nama aslinya. Di Negara Majalengka Raja terakhir yang bertahta Prabu Brawijaya. Pada saat itu pikiran Sang Prabhu sedang risau, Sang Prabhu menikah dengan Putri Cempa, padahal Putri Cempa beragama Islam, pada saat bermesraan, Sang Retna selalu berkata tentang keluhuran agama Islam, setiap menghadap tidak ada lagi yang disampaikan selain kemuliaan agama Islam, sehingga pikiran Sang Prabhu akan agama Islam tersebut.
4.Tidak lama kemudian, saudara Putri Cempa yang bernama Sayid Rakhmat datang ke Majalengka, dan memohon ijin pada Sang Raja, untuk membeberkan Syariat agama Rasul. Sang Prabhu mengijinkan apa yang menjadi keinginan Sayid Rakhmat. Sayid Rakhmat kemudian menetap di Dukuh Ngampeldenta. Membeberkan agama Rasul, disitu banyak para ulama dari mancanegara yang datang, dan menghadap Sang Prabhu untuk menetap di daerah pesisir. Permintaan seperti itu juga dikabulkan oleh Sang Raja. Lama – kelamaan ajaran seperti itu semakin meluas, banyak orang Jawa kemudian memeluk Islam.
5.Sayid Kramat menjadi guru bagi orang-orang yang telah merasuk Islam, bertempat di Benang Bawah Tuban. Sayid Kramat itu ulama dari Arab keturunan Nabi Rasulullah, maka menjadi guru orang Islam. Banyak orang Jawa yang berguru pada Sayid Kramat. Orang Jawa Pesisir Utara dari Barat sampai Timur meninggalkan agama Budhi, kemudian merasuk agama Rasul. Di Blambangan ke Barat hingga Banten, orang orangnya mengikuti ucapan Sayid Kramat.
6.Padahal agama Budhi di Tanah Jawa telah hidup selama seribu tahun, dan orang – orangnya menyembah pada Budi Hawa. Budi itu Zat dari Hyang Widhi, Hawa itu keinginan manusia yang tidak mampu melakukan apa – apa, mampunya hanya sekedar melakukan, dan Budhi yang menggerakkan.
7.Sang Prabhu memiliki Putra Mahkota dengan Putri Cina, yang lahir di Palembang dan diberi nama Raden Patah. Setelah dewasa Raden Patah menghadap Sang Rama, dengan membawa saudara seibu lain bapak bernama Raden Kusen. Setelah sampai di Majalengka, Sang Prabhu bingung untuk memberikan gelar kepada putranya, apabila diturut dari Sang Rama, beragama Jawa Budhi, apabila menghormati leluhur kuna, putra mahkota yang lahir di pegunungan, disebut Bambang. Apabila menurut ibu, disebut Kaotiang, menurut Arab disebut Sayid atau Sarib. Sang Prabhu segera memanggil Patih, para pejabat dimintai pendapat untuk memberikan sebutan pada putranya. Dari Patih menyarankan, menurut leluhur Kuno putra Sang Prabhu disebut Bambang, tetapi karena ibunya orang Cina, baiknya disebut Babah, artinya dilahirkan di Negara lain. perkataan Patih yang demikian juga disepakati oleh pejabat yang lain, akhirnya Sang Raja segera memerintahkan bahwa anak yang lahir di Palembang itu diberi sebutan dan nama Babah Patah. Terwarisi sampai sekarang, apabila blasteran Cina dan Jawa disebut Babah. Pada saat itu, babah Patah takut apabila tidak menuruti perintah Sang Rama, maka kelihatan senang, tetapi senang tersebut hanya pura-pura, namun kenyataannya, tidak senang diberi sebutan Babah.
8.Pada saat itu Babah Patah diangkat sebagai Bupati Demak, menyamai Bupati bagian pesisir Demak ke Barat, serta Babah Patah dikawinkan di Ngampelgadhing, cucu Kyai Ageng Ngampel. Setelah beberapa saat, kemudian di boyong ke Demak di Desa Bintara. Karena di Palembang Babah Patah telah merasuk Islam, di Demak diperintahkan untuk melestarikan agamanya, sedangkan Raden Kusen pada saat itu diangkat menjadi Adipati di Terung diberi nama dan sebutan Raden Arya Pecattanda.
9.Lama kelamaan ajaran Rasul semakin meluas, para ulama meminta pangkat dan memiliki sebutan Sunan. Sunan itu berarti Budi, pohon dari ilmu pengetahuan baik dan buruk, apabila buah dari Budhi mengerti akan pengetahuan yang baik, wajib dimintai ilmu lahir dan Batin.
10.Pada saat itu para Ulama masih memiliki Budhi yang baik, belum ada keinginan untuk menyimpang, masih suka berpuasa dan mengurangi tidur. Sang Prabhu Brawijaya memiliki pemikiran, para ulama kedudukannya sama dengan Budhi, mengapa memakai sebutan Sunan, tingkah lakunya sama, mengurangi makan dan mengurangi tidur. Sedangkan ajaran Rasul melarang mengurangi makan dan tidur, hanya menuruti ucapan dan badan. Apabila mengurangi makan akan rusak, Prabhu Brawijaya kemudian memberikan ijin. Lama kelamaan agama Rasul semakin menyebar. Pada saat itu ada sesuatu yang aneh yang tidak dapat dilihat dengan mata, keluar dari arah Timur, dalam pikiran itu dikatakan bahwa Budhi sedang bekerja, yang melihat dan mendengar menganggap nyata dan tidak. Harus ditimbang mana yang benar, sekarang masih ada wujud peninggalannya, masih dapat dibuktikan. Maka aku menganggap kalau itu nyata.

Bagian II
Kedatangan Sunan Benang
1.Saat itu Sunan Benang akan pergi ke Kedhiri, diikuti oleh dua sahabatnya. Setiba di Utara Kedhiri di tanah Kertasana terhalang air di sungai Brantas yang sedang banjir. Sunan Benang serta kedua sahabatnya menyeberang, sesampai di timur sungai Brantas, mencari tahu apakah agama di wilayah itu sudah Islam atau masih agama Budhi. Menurut Ki Bandar, orang di wilayah itu disebut agama Kalang, menganut Budhi hanya sebentar, sedangkan agama Rasul baru sedikit-sedikit. Masyarakat memeluk agama Kalang, memuliakan Bandung Bandawasa. Bandung dianggap sebagai Nabi, apabila hari raya orang-orang bersama-sama bersenang-senang, makan enak dirumah. Sunan Benang berkata “Kalau begitu orang disini beragama Gedhah, Gedhah itu tidak hitam dan tidak putih, tanah disini pantas disebut Kota Gedhah.
2.Ki Bandar Berkata “Saya yang menjadi saksi atas perintah paduka” Tanah wilayah sebelah Utara Kedhiri disebut Kota Gedhah, sampai sekarang disebut Kota Gedha, namun demikian banyak yang tidak tahu asal mulanya.
3.Sunan Benang berkata pada sahabatnya “Kalian, carilah air ke pedesaan, sungai ini masih banjir, airnya kotor, kalau diminum akan sakit perut, dan lagipula ini sudah waktunya Luhur, aku ingin wudhu, untuk Sholat”. Sahabat Sunan yang satu segera pergi ke pedesaaan untuk mencari air, sampai di Desa Pathuk, ada sebuah rumah yang sepi tanpa ada lelaki, yang ada hanya seorang perempuan remaja pada waktu itu sedang menenun kain. Sahabat tersebut datang dan berkata dengan pelan “Mbok Nganten, saya ingin minta air bersih”. Mbok Prawan terkejut mendengar suara lelaki, setelah menoleh dilihatnya lelaki seperti santri. Mbok Prawan salah sangka mengira lelaki tersebut akan membunuhnya, maka dijawabnya dengan perkataan yang kasar “Anda telah melewati sungai, mengapa masih meminta air, disini tidak ada istilahnya menampung air, kecuali air kencing saya ini air tampungan yang jernih, kalau anda ingin minum”
4.Mendengar perkataan seperti itu, santri pergi tanpa pamit, jalannya dipercepat serta menggerutu sepanjang jalan, sesampai dihadapan Sunan Benang menceritakan pengalamannya mencari air. Sunan Benang sangat marah sehingga keluar kutukannya, di wilayah itu akan kesulitan air, prawan jangan sampai menikah sebelum tua, serta lelakinya tidak akan laku kawin sebelum menjadi perjaka tua. Setelah perkataan itu selesai arus Sungai Brantas mengecil, aliran yang besar masuk desa, pesawahan, hutan dan ladang, banayak desa yang rusak diterjang banjir luapan dari sungai. Sungai yang semula berarus besar, kering seketika. Sampai sekarang tanah Gedhah kesulitan air, perjaka dan prawannya juga terlambat berkeluarga. Sunan Benang melanjutkan perjalanan ke Kedhiri.
5.Pada saat ini ada Dhemit bernama Nyai Plencing, dhemit di sumur Tanjungtani, yang dipercayai oleh anak cucunya, mereka saling mmengadu kalau ada orang bernama Sunan Benang, pekerjaannya menyiksa makhluk halus, mengunggulkan kekuatannya. Sungai dari Kedhiri dikutuk dan kering seketika, alirannya pindah arah, maka banyak desa, hutan, sawah, ladang dan rusak karena ulah Sunan Benang. Selain itu pula mengutuk lelaki dan perawan menjadi terlambat berkeluarga, kesulitan air serta diubah menjadi nama Kota Gedhah. Anak cucu Nyi Plencing mengajak agar Nyi Plencing mau untuk menyantet dan mengganggu Sunan Benang, sampai mati sehingga tidak mengganggu lagi. Nyi Plencing mendengar pengaduan anak cucunya segera berangkat menemui Sunan Benang, tetapi makhluk halus tersebut tidak bisa mendekati Sunan Benang, badannya panas terasa terbakar. Maklhul halus tersebut berlari ke Kedhiri, sesampai di sana berkata dengan Rajanya dan bercerita tentang keadaan yang ada, Sang Ratu berada di Selabale. Namanya Buta Locaya, dene Selabale terletak dikaki Gunung Wilis. Buta Locaya Patih dari Sri Jayabaya, semula bernama Kyai Daha, memiliki adik bernama Kyai Daka, Kyai Daha merupakan Cikal Bakal di Kedhiri, setelah Sri Jayabaya hadir, nama Kyai Daha dipakai sebagai nama wilayah, dirinya diberi Buta Locaya, dan dijadikan Patih Sang Prabhu Jayabaya.
6.Buta artinya buteng atau bodoh, Lo artinya kamu, Caya artinya dapat dipercaya, Kyai Buta Locaya itu Bodoh tetapi setia dengan Gustinya, maka dijadikan patih. Asal mula ada istilah Kyai, itu Kyai Daha dan Kyai Daka. Kyai artinya melayani anak cucu serta orang sekitarnya.
7.Kepergian Sri Narendra langsung menuju rumah Kyai Daka, disitu Sang Prabhu serta seluruh pengukitnya dilayani dengan baik, maka Sang Prabhu sangat sayang dengan Kyai Daka, nama Kyai Daka dipaki sebagai nama Desa, dan Kyai Daka diberi nama Kyai Tunggulwulung, serta menjadi Senapati perang.
8.Setelah Sang Prabhu Jayabaya dan Putrinya yang bernama Ni Mas Ratu Pagedhongan Moksa, Buta Locaya dan Kyai Tunggulwulung juga Moksa. Ni Mas Ratu Pagedhongan menjadi Ratu Dhemit di Jawa, Kotanya di Laut Selatan bernama Ni Mas Ratu Anginangin. Semua makhluk halus di lautan maupun daratan sekitar Tanah Jawa , semua tunduk pada Ni Mas Ratu Anginangin.
9.Buta Locaya bertempat di Selabale, sedangkan Kyai Tunggulwulung berada di Gunung Kelut menguasai kawah dan lahar, apabila lahar keluar agar tidak merusak desa dan lainnya.
10.Saat itu Kyai Buta Locaya sedang duduk di kursi emas yang dialasi permadani, serta dikipasi ekor merak, dihadap oleh Patih Megamendhung, dan kedua putranya yang tua bernama Panji Sektiguna, yang muda bernama Panji Sarilaut.
11.Buta Locaya sedang berbicara dengan mereka yang sedang menghadap, terkejut melihat kedatangan Nyi Plencing yang bersujud dihadapannya. Melaporkan tentang rusaknya daerah sebelah Utara Kedhiri, dan berkata bahwa yang membuat rusak orang dari Tuban yang akan berkelana ke Kedhiri, bernama Sunan Benang, Nyi Plencing melaporkan susahnya para maklhuk halus dan umat manusia.
12.Buta Locaya sangat marah mendengar pengaduan Nyi Plencing, tubuhnya bagaikan api, seketika itu segera memanggil anak cucu serta semua maklhuk halus, diperintahkan untuk melawan Sunan Benang. Para maklhuk halus melengkapi dirinya dengan senjata perang, serta bersama sama menyerang bagaikan angin. Tidak lama kemudian mereka sampai di Utara Desa Kukum, di situ Buta Locaya berubah menjadi manusia bernama Kyai Sumbre, sedangkan maklhuk halus berjumlah ribuan tidak menampakkan dirinya, Kyai Sumbre berdiri ditengah jalan dibawah pohon Sambi, menghadang perjalanan Sunan Bonang dari Utara.

Bagian III
Perdebatan Sunan Benang Dengan Buta Locaya
1.Tidak lama kemudian Sunan Benang datang dari arah Utara, Sunan Benang tidak terkejut kalau yang berdiri dibawah pohon Sambi adalah Rajanya Dhemit, yang akan mengganggu dirinya, terbukti badanya panas bagaikan bara. Sedangkan maklhuk halus yang berjumlah ribuan pergi jauh, tidak kuat menahan kekuatan Sunan Benang. Begitu pula Sunan Benang juga tidak kuat mendekati Kyai Sumbre, bagaikan dekat dengan bara, begitu pula Kyai Sumbre. Dua sahabat yang semula pingsan, kemudian kedinginan karena kekuatan Kyai Sumbre.
2.Sunan Benang bertanya pada Kyai Sumbre “ Buta Locaya !, kamu menghadang perjalananku dan memakai nama Kyai Sumbre, apakah engkau dalam keadaan selamat ?” Buta Locaya terkejut, karena Sunan Benang mengetahui tentang dirinya, kemudian berkata pada Sunan Benang “ Bagaimana anda tahu kalau saya Buta Locaya ?”
3.Sunan Benang Berkata “ Aku tidak akan tertipu, aku tahu kalau kamu Rajanya Dhemit Kedhiri bernama Buta Locaya” Kyai Sumbre berkata pada Sunan Benang “ Anda ini orang mana, melihat pakaian yang ada kenakan, bukan pakaian Jawa, seperti Belalang ujudnya ?
4.Sunan Benang berkata lagi “ Aku bangsa Arab, namaku Sayid Kramat, rumahku di Benang Tanah Tuban, sedangkan maksud perjalananku menuju Kedhiri, untuk melihat peninggalan kerajaan Sang Prabhu Jayabaya, dimanakah letaknya ?”
5.Buta Locaya lalu berkata “Timur ini disebut Dusun Menang, semua peninggalan sudah tidak ada, keraton dan Pesanggrahan juga sudah tidak ada, Keraton atau taman Bagendhawati milik Ni Mas Ratu Pagedhongan juga sudah hilang, Pasanggrahan Wanacatur juga sudah tiada, hanya tinggal nama dhusun. Semua itu hilang tertimbun lahar dari Gunung Kelut. Saya hendak bertanya, anda mengutuk pada anak cucu Adam, bersabda yang tidak pantas, prawan tua, jejaka tua, dan merubah nama menjadi Gedhah, memindahkan aliran sungai, lalu bersabda daerah itu akan kesulitan air, ini namanya menyiksa, seperti tidak berdosa. Bagaimana tidak, susahnya mencari pasangan hidup sampai berumur tua, ini semua karena sabda anda, bagaimana susahnya orang yang kebanjiran sungai Kedhiri berpindah, membanjiri dusun, hutan, sawah menjadi rusak, karena kutukan anda, selamanya akan kesulitan air, sungai mengering, anda menyiksa tanpa tahu penyebabnya”.
6.Sunan Benang berkata “ Maka daerah ini aku ubah nama menjadi Kota Gedhah, sebab masyarakat daerah ini tidak beragama hitam atau putih, tetap beragama biru, sebab beragama Kalang, maka aku kutuk kesulitan air, aku minta air saja tidak dikasih, maka aliran air aku pindahkan, semua wilayah ini aku kutuk menjadi kesulitan air, sedangkan kutukan Perawan tua dan Jejaka tua, karena yang aku mintai air tidak boleh itu Perawan”
7.Buta Locaya berkata lagi “Itu namanya tidak seimbang dengan kutukan anda, kesalahan sedikit, dan juga hanya satu orang yang salah, tetapi yang menerima akibat dan kesusahannya banyak orang, tidak seimbang dengan hukumannya, anda namanya membuat miskin orang banyak, seumpama dilaporkan kepada yang punya Negara, anda juga akan dihukum miskin yang lebih sengsara, karena merusak wilayah. Sekarang kembalikan kutukan anda, agar disini kembali murah air, menjadi sumber penghidupan, jejaka menikah masih remaja, mengagungkan titah Hyang Manon. Anda bukan Raja, merusak agama, ini namanya orang semena-mena.
8.Sunan Benang berkata “Meskipun kau laporkan Raja Majalengka, aku tidak akan pernah takut”. Setelah mendengar kalimat tidak takut dengan Raja Majalengka, Buta Locaya marah, perkataannya kasar. “Perkataan anda ini bukan perkataan orang yang ahli negara, tetapi perkataan orang di arena pertarungan, mengunggulkan kekuatan, jangan bertindak sesuka hati karena dikasihi Hyang Widhi, banyak sahabat malaikat, kemudian bertindak semena-mena, menghukum tanpa ada penyebabnya, meskipun di Tanah Jawa ini banyak yang melibihi kekuatan anda, tetapi semua berbudi serta takut kutukan Dewata. Jauh dari Budi kalau samapai menyiksa sesama, menghukum tanpa ada kesalahan, apakah anda saudara Ajisaka murid Ijajil. Ajisaka menjadi Ratu di Jawa hanya tiga tahun, lalu pergi dari tanah Jawa, sumber air di Medhang dan sekitarnya dibawa pergi semua oleh Ajisaka. Ajisaka orang dari Hindu, anda orang dari Arab, maka sama saling menyiksa antar sesama, sama membuat kseulitan air, anda mengaku Sunan seharusnya berbudi luhur, menyelamatkan orang banyak, tetapi kenapa tida demikian. Anda ini iblis yang berwujud, tidak tahan dicandai anak, lalu murka, ini Sunan apa ? kalau memang Sunan, pasti menyimpan budi luhur, anda menyksa orang yang tidak berdosa, dari inilah anda menerima akibatnya, saat ini anda telah menciptakan neraka jahanam, apabila sudah tercipta, anda tempati sendiri, mandi didalam air yang mendidih. Aku ini sebangsa maklhuk halus, berbeda alam dengan manusia, tetapi saya masih ingat akan keselamatan manusia. Sudahlah sekarang apa yang telah rusak, kembalikan ke asalnya, sungai dan tempat yang rusak karena banjir kembalikan seperti semula, kalau anda tidak mau mengembalikan, semua orang Jawa yang beragama Islam akan saya santet hingga mati, saya tentu saja akan meminta bantuan Kanjeng Ratu Ayu Anginangin di laut Selatan.
9.Setelah mendengar kemarahan Buta Locaya, Sunan Benang menyadari akan kesalahannya, telah membuat susah, menyiksa orang yang tidak berdosa, maka segera berkata “ Buta Locaya ! aku ini Sunan, tidak akan dapat menarik kembali ucapanku, besok apabila telah lima ratus tahun, sungai ini akan kembali seperti semula”
10.Buta Locaya setelah mendengar kesanggupan Sunan Benang, marah kembali dan berkata kepada Sunan Benang” Harus anda kembalikan sekarang, kalau tidak sanggup, anda akan saya ikat”
11.Sunan Benang berkata kepada Buta Locaya”Sudah, kamu tidak usah mendebat lagi, aku mohon ijin melanjutkan perjalanan kearah timur, pohon Sambi ini aku namakan Cacil, sebab seperti anak kecil yang bertengkar, dhemit dan manusia beradu ilmu dan berebut benar masalah rusaknya alam, serta susahnya manusia dan dhemit, aku mohonkan pada Rabbana, biji sambi memiliki dua manfaat, dagingnya menjadi asam, bijinya dapat mengeluarkan minyak. Asam menjadi kiasan wajah yang sinis, menjadikan pertengkaran antara dhemit dan manusia, minyak (lenga: dhêmit mlêlêng jalma lunga) artinya dhemit melotot manusia pergi. Kelak biarlah menjadi saksi, kalau aku pernah bertengkar denganmu, dan mulai sekarang tempat ini sebelah Utara namanya Desa Singkal, disini Desa Sumbre, sedangkan tempat pengikutmu di Selatan itu bernama Desa Kawanguran.
12.Setelah berkata demikian Sunan Benang kemudian melompat ke sebelah Timur Sungai, sampai saat ini di Kota Gedhah ada Desa bernama Kawanguran, Sumbre dan Singkal, Kawanguran artinya ilmu, Singkal (sêngkêl banjur nêmu akal) artinya marah kemudian menemukan akal.
13.Buta Locaya mengikuti kepergian Sunan Benang. Sunan Benang berjalan sampai Desa Bogem, disitu Sunan Benang memperhatikan arca kuda, arca tersebut berbadan satu tetapi berkepala dua, sedangkan letaknya dibawah pohon Trenggulan, buah Trenggulan banyak sekali sehingga yang jatuh berserakan ditanah. Sunan Benang membawa pedang, kepala arca tersebut dipenggal.
14.Setelah Buta Locaya melihat tingkah Sunan Benang yang menebas kepala arca, semakin marah dan berkata demikian. “Ini ciptaan Sang Prabhu Jayabaya, sebagai simbul tekad wanita Jawa, kelak jaman Nusa Srenggi, siapa yang melihat arca ini, akan dapat mengetahui tekad wanita Jawa.
15.Sunan Benang berkata”Kamu itu sebangsa Dhemit mengapa berani bertengkar dengan manusia, itu namanya dhemit sombong. Buta Locaya menjawab “Terserah anda Sunan, saya ini Ratu” Sunan Benang berkata “Biji Trenggulun ini aku namakan Kenthos, agar menjadi pengingat kelak, kalau aku bertengkar dengan dhemit Kementhus (dhemit sombong) masalah rusaknya arca”
16.Ki Kalamwadi berkata “Sampai sekarang biji Trenggulun itu disebut Kenthos, karena sabda Sunan Benang, itu kata Raden Budi Sukardi, Guruku”
17.Sunan Benang berjalan kearah Utara, saat Ashar, berniat sholat, di pinggir Desa ada sumur tetapi tidak ada timbanya, kemudian sumur tersebut di miringkan, dan Sunan Benang dapat mengambil air untuk wudhu kemudian shalat.
18.Ki Kalamwadi berkata “Sampai sekarang sumur tersebut bernama sumur Gumuling, Sunan Benang yang memiringkan, itu kata guruku Raden Budi, entah benar atau salah.
19.Setelah selesai Shalat Sunan Benang melanjutkan perjalanan, sesampai di Desa Nyahen disitu ada Arca raksasa wanita dibawah pohon dhadap. Saat itu kebetulan pohon dadhap sangat lebat bunganya dan jatuh berserakan ditanah sehingga kelihatan memerah, karena banyaknya bunga yang jatuh. Melihat arca itu Sunan Benang sangat heran, menghadap ke Barat, tinggi 16 kaki, lingkar pinggang 10 kaki, seumpama dipindah, diangkat delapan ratus orang tidak akan terangkat, kecuali dengan alat, lengan tangan kanannya di patahkan dan dahinya dirusak.
20.Buta Locaya melihat Sunan Benang merusak arca,marah kembali, dan berkata “Anda itu benar-benar orang yang tidak tahu diri, arca buta bagus-bagus, dirusak tanpa sebab, meskipun jelek warnanya, ini hasil karya Sang Prabhu Jayabaya, akibat apa yang anda dapat setelah merusak arca?”
21.Sunan Benang berkata “Arca ini sengaja aku rusak, agar tidak dipuja oleh orang-orang, jangan sampai diberi makan, dibakari menyan, apabila orang menyembah Brahala itu dinamakan kafir dan batinnya tersesat.
22.Buta Locaya berkata lagi “Orang Jawa sudah tahu kalau ini arca batu yang tidak memiliki kekuatan, tidak berkuasa, bukan Hyang Latawalhujwa, maka dilayani, dibakari menyan, diberikan sajen, agar maklhuk halus tidak bertempat tinggal di kayu dan tanah, karena tanah membuahkan hasil, yang menjadi makanan bagi manusia, maka para maklhuk halus diberikan tempat di arca itu, makhluk halus tersebut anda usir kemana ? Sudah selayaknya berada di goa, arca, serta makan aroma wangi, dhemit kalau makan bau wangi, badannya akan terasa segar, apalagi berada di arca akan lebih senang lagi, karena akan merasa nyaman, apalagi dibawah pohon yang besar. Mereka sudah merasa kalau alam dhemit itu berbeda dengan alam manusia, bertempat di arca masih anda siksa, jadi anda ini adalah orang jahil yang suka semena-mena terhadap sesama makhluk, ciptaan Pangeran. Masih mending orang Jawa merawat arca seperti memiliki budi dan nyawa. Sebaliknya bangsa Arab selalu berbicara tentang Kabatullah, wujudnya juga tugu batu, ini justru lebih sesat”
23.Perkataan Sunan Benang “Kabatullah itu buatan Kanjeng Nabi Ibrahim, disitu pusat bumi, dibangun tugu dari batu, disujudi banyak orang, siapapun yang sujud pada Kabatullah, Gusti Allah memaafkan semua kesalahan seumur hidupnya di dunia”
24.Buta Locaya menjawab dengan marah”Apa bukti mendapat anugerah Pangeran, mendapat pemaafan semua kesalahan, apakah telah mendapat Tanda tangan Pangeran Yang Maha Agung dengan cap berwarna merah?” Sunan Benang berkata lagi “Disebutkan dalam Kitabku, besok kalau mati mendapat kemuliaan”
25.Buta Locaya menjawab dan menyentak”Apalagi mati siapa yang tahu,kemuliaan di dunia saja sudah tidak ada, sesat dengan menyembah batu, apabila sudah terpaksa terus mencuri, lebih baik datang ke Gunung Kelud, banyak batu-batu besar buatan Pangeran, yang tercipta dengan sendirinya, ini wajib untuk disujudi. Perintah Yang Maha Kuasa, semua manusia harus mengetahui Batullahinya, badan manusia ini Baitullah yang nyata, nyata diciptakan oleh Yang Maha Kuasa, ini harus dirawat, siapa yang mengetahui asal mula badan, mengetahui budi hawa, ini yang pantas untuk dicontoh. Meskipun siang malam melakukan sholat, tetapi dalam diri gelap, ilmunya tersesat, sesat menyembah tugu batu, tugu buatan Nabi, Nabi itu juga hanya manusia yang dikasihi oleh Gusti Allah, dianugerahi wahyu kepandaian, tajamnya ingatan, penerawangan yang dapat mengetahui apa yang belum terjadi. Sedangkan yang membuat arca ini Prabhu Jayabaya, juga orang yang dikasihi Yang Maha Kuasa, mendapat anugerah kemuliaan, juga pandai dan tajam ingatan, mengetahui apa yang belum terjadi. Anda hanya berpedoman pada tulisan, orang Jawa berpedoman pada sastra dari leluhur. Sama sama hanya berpedoman pada kabar, lebih baik berpedoman pada sastra warisan leluhur sendiri, yang peninggalannya masih dapat dilihat. Orang berpedoman kabar Arab, belum mengetahui keadaan disana, apakah benar atau bohong, menuruti ucapan orang yang kerjaannya hanya mengembara. Maka anda datang ke Jawa, mengobral ucapan, menjual kemuliaan negara Mekah, saya tahu negara Arab tanahnya panas, sulit air, tanaman tidak akan berbuah, panas dan jarang hujan, kalau orang yang bernalar, Mekah itu negara Celaka, banyak orang yang memperjual belikan orang, sebagai teman berdagang. Anda orang durhaka, saya sarankan pergi dari sini, tanah Jawa adalah negeri suci dan mulia, panas dinginnya cukupan, tanah pasir dan murah air, apa yang ditanam dapat tumbuh, lelakinya tampan, wanitanya cantik,.berbicaranya sangat sopan. Perkataan anda ingin mengetahui pusatnya bumi, ya disini tempat yang saya duduki ini, sekarang ukurlah kalau saya salah silahkan anda pukul saya. Perkataan anda ngelantur dan tanpa nalar, kurang banyak makan ilmu Budhi, suka menyiksa yang lain. yang membuat Arca ini Maha Prabhu Jayabaya, kekuatannya melebihi anda. Sudahlah saya harap anda pergi dari sini, kalau tidak mau pergi sekarang saya panggilkan adik saya yang berada di Gunung Kelud, anda saya keroyok apa bakal menang, lalu saya bawa masuk ke kawah Gunung Kelud, apakah anda tidak susah, atau anda ingin bertempat tinggal di batu seperti saya ?Mari kita ke Selabale, menjadi muridku !”
26.Sunan Benang berkata “Tidak akan aku mengikuti perkataanmu, kamu setan berangasan. Buta Locaya menjawab “Meskipun aku ini Dhemit, tetapi Raja dari dhemit, kemuliaan saya langgeng, belum tentu anda semulia saya, maksud anda hanya membuat rusuh, senang menyiksa, maka anda datang ke Jawa, di Arab termasuk orang jahat, kalau anda orang mulia, tidak akan pernah pergi dari Arab, buktinya disini memusuhi orang, agama, membuat rusak semua yang ada, mengganggu agama leluhur, Raja wajib menyiksa, dan membuangnya ke Menadhu”
27.Sunan Benang berkata “Kembang Dhadap ini kunamakan Celung, buahnya Kledhung, sebab aku kalah nalar dan kalah berdebat, untuk menjadi saksi kalau aku bertengkar dengan Rajanya Dhemit, kalah ilmu dan kalah nalar. Sampai sekarang buah dhadhap bernama kledung, bunganya bernama Celung. Sunan Benang segera mohon pamit “Sudahlah aku akan pulang ke Benang”.
28.Buta Locaya menjawab sambil marah”ya sudah anda segera pergi, disini hanya akan membuat seram, apabila terlalu lama hanya membuat susah, menjadikan kesulitan pangan, menambahi panas dan mengurangi air.

Bagian IV
Persekutuan Adipati Demak Dengan Para Sunan
1.Sunan Benang pergi, dan Buta Locaya beserta pengikutnya juga kembali. Lain yang diceritakan di negeri Majalengka, pada suatu hari, Sang Prabhu Brawijaya sedang bertahta, dihadapan Patih serta semua pejabat pemerintahan. Sang Patih berkata bahwa baru saja mendapat surat dari Tumenggung Kertasana, yang isinya bahwa di negeri Kertasana, sungai mengering, sungai dari Kedhiri mengalir berbelok ke arah Timur. Sebagian teks surat itu berbunyi “Di sebelah Barat laut Kedhiri, banyak desa yang rusak,semua ini karena kutukan ulama dari Arab bernama Sunan Benang.”
2.Sang Prabhu mendengar ucapan Sang Patih menjadi sangat marah, Patih segera diutus untuk pergi ke Kertasana, memeriksa kondisi disana, bagaimana keadaan orang sekitar serta hasil bumi yang diterjang banjir ? serta diperintah untuk memanggil Sunan Benang.
3.Singkat cerita, setelah Sang Patih memeriksa semuanya, menjelaskan semua keadaan, begitu pula utusan ke Tuban juga telah kembali, berkata bahwa tidak mendapatkan hasi, sebab Sunan Benang telah pergi entah kemana.
4.Sang Prabhu marah dan berkata bahwa ulama dari arab tidak sabar hati, Sang Prabhu segera memerintahkan pada Patih, orang Arab yang berada di Tanah Jawa harus pergi sebab hanya membuat onar di negara, hanya di Demak dan Ngampelgadhing yang diijinkan di Tanah Jawa untuk melestarikan agamanya, selain dua tempat itu diperintahkan kembali ke asal mulanya, apabila tidak mau mohon dihabisi saja. Sang Patih berkata”Gusti ! benar perintah paduka, sebab ulama Giripura sudah tiga tahun tidak menghadap dan menghaturkan persembahan, dan keinginan mereka akan mendirikan kerajaan sendiri, tidak merasa kalau makan dan minum di tanah Jawa, namanya Santri Giri melebihi nama paduka, bernama Sunan Aenalyakin, ini nama Arab yang artinya Sunan itu Budi, arti Aenal itu Marifat, yakin itu artiya Wikan (pandai). Jadi nama itu dapat melihat selamanya, apabila dalam bahasa Jawa artinya Prabu Satmata, ini adalah nama yang luhur dan menyamai penglihatan Yang Maha Kuasa, di alam semesta ini tidak ada duannya Sang Prabhu Satmata, kecuali Bathara Wisnu ketika bertahta di Negara Medhang-Kasapta. Mendengar perkataan Sang Patih, Sang Prabhu segera memerintah untuk perang ke Giri, Patih berangkat dengan para prajurit. Sesampai di Giri terjadi perang. Rakyat Giri tidak dapat menahan serangan Prajurit Majapahit. Sunan Giri melarikan diri ke Benang, mencari kekuatan, setelah mendapat bantuan, melanjutkan perang musuh rakyat Majalengka, perang yang terjadi sangat besar, saat itu hampir setengah pulau Jawa telah merasuk Islam, orang pesisir Utara telah beragama Islam dan pesisir Selatan masih beragama Budha. Sunan Benang telah mengakui kesalahannya sehingga tidak menghadap ke Majalengka, maka pergi dengan Sunan Giri ke Demak, sesampai di Demak bersekutu dengan Adipati Demak, dan diajak menyerang Majalengka, Sunan Benang berkata pada Adipati Demak “Ketahuilah bahwa sekarang sudah saat kehancuran Majalengka, umurnya telah Seratus Tiga Tahun, menurut penerawanganku, yang sanggup menjadi Ratu di Tanah Jawa hanya engkau, perintahku hancurkan Majalengka, tetapi secara halus, jangan sampai ketahuan, menghadaplah besuk Grebeg Mulud, tetapi rubahlah siasat perang. 1 Buatlah tipuan,2 perintahkan semua Sunan dan Bupati yang sudah Islam untuk berkumpul di Demak, kumpulnya untuk membangun masjid, apabila telah berkumpul, para Sunan dan Bupati yang sudah merasuk Islam akan menurutimu”.
5.Adipati Demak berkata “Saya takut merusak Negara Majalengka, melawan ayahnda raja, yang telah membuat kebajikan dan kesejahteraan dunia, lalu apa yang saya berikan selain hanya setia. Perintah eyang Sunan Ngampelgadhing, tidak diijinkan kalau memusuhi ayah, meskipun Budha tetapi itu jalan dimana saya ada didunia. Meskipun Budha dan kafir, tetapi itu bapak saya, harus dihormati, apalagi belum pernah berbuat salah padaku”
6.Sunan Benang berkata lagi “Meskipun musuhmu itu ayah maupun raja, tidak ada buruknya, sebab mereka orang kafir, menghilangkan Budha yang kafir, nanti akan mendapat sorga. Kakekmu itu santri yang tidak tahu apa-apa, seberapa tinggi ilmu Ngampelgadhing, anak keliharan Cempa, tidak akan mungkin menyamai Sayid Rakhmat, Sunan Benang telah dipuja oleh orang se dunia, keturunan rasul panutan semua orang Islam. Kamu memusuhi ayahnda rajamu, meski berdosa hanya dengan satu orang saja, raja yang kafir, tetapi apabila ayahndamu kalah, orang se tanah Jawa akan merasuk Islam. Seperti itu alangkah banyaknya keuntunganmu, mendapat anugerah pangeran, utusan Hyang Maha Kuasa memerintahkan kepadamu. Sebenarnya ayahndamu itu menyia-nyiakan dirimu, terbukti kamu diberi nama Babah, itu tidak pantas. Babah artinya sangat hina, yaitu hidup tidak mati juga tidak, benih Jawa dibawa gadis Cina, maka ibumu diberikan pada Arya Damar Bupati Palembang, ayahndamu pikirannya tetap tidak baik, saranku balas dendamlah secara halus,jangan sampai ketahuan, ibarat hisaplah darahnya, dan makanlah tulangnya.
7.Sunan Giri ikut berpendapat “Aku ini tidak berdosa, tetapi didatangi oleh ayahndamu, dikira aku mendirikan kerajaan sendiri, karena tidak pernah datang ke Majalengka. Sang Patih berkata, kalau aku tertangkap akan disuruh memandikan anjing, banyak orang Cina yang datang ke Tanah Jawa, di Giri semua aku Islamkan, sebab dalam kitabku berkata, kalau mengislamkan orang kafir, akan mendapat Sorga, oleh sebab itu banyak orang Cina yang saya Islamkan, aku anggap sebagai keluarga. Kedatangan saya kemari ingin berlindung padamu, aku takut dengan Patih Majalengka, dan ayahndamu sangat membenci santri yang berzikir, dikatakan seperti sakit ayan, kalau kamu tidak mempertahankan pasti agama Nabi Muhammad akan rusak”.
8.Sang Adipati Demak menjawab”Perbuatan ayahnda mendatangi anda itu benar, menjadi bawahan tetapi anda tidak merasa, berkewajiban mengikuti perintah Raja yang menjadi atasan, wajib untuk di datangi, dihukum mati, karena anda tidak merasa makan dan minum di Tanah Jawa:
9.Sunan Benang Berkata “ Kalau tidak kau rebut sekarang, kamu harus menunggu ayahndamu lengser, tahta ayahndamu tidak akan pernah diserahkan kepadamu, pasti diberikan ke Adipati Pranaraga, sebab dia putra tertua, atau Putra menantu Ki Andayaningrat di Pengging, kamu anak muda tidak dapat menjadi Raja, kebetulan ini ad jalan, Giri akan menjadi penyebab rusaknya Majalengka, meskipun mati, tetapi musuh orang kafir, itu mati Sabilullah, akan masuk sorga, sudah sebuah kewajiban orang Islam mati ditangan orang Kafir karena membela agamanya, dan sudah sebuah kewajiban mencari kemuliaan hidup di dunia. Mencari jabatan tertinggi, kalau orang hidup tidak pernah tahu akan kehidupannya, itu belum sempurna hidupnya, sifat manusia pasti pingin memimpin kerajaan dengan para prajurit, sebab raja itu Kalifa utusan Hyang Widhi, apa yang diinginkan dapat tercapai, sebenarnya engkau telah dikodratkan menjadi Raja di Tanah Jawa mengganti tahta ayahndamu, tetapi secara lahiriah harus direbut dengan peperangan, kalau engkau tidak mau menjalani, pasti kasih dari Gusti Allah akan diambil kembali, jadi kamu telah menolak kasih Allah, aku hanya menyarankan sebab aku dapat mengerti apa yang belum terjadi. Telah aku terawang dengan kekuatan gaib kalau engkaulah yang akan menjadi Raja di Tanah Jawa, mengawali agama suci, yang akan mengantarkanmu menjadi Raja, mampu mendukung dirimu menjadi Raja di Tanah Jawa, bisa abadi selama-lamanya” Banyak perintah Sunan Benang, bujukan kepada Adipati Demak agar amarahnya keluar, mau merusak Majalengka, selain itu diberikan cerita Nabi, apabila mau melawan ayahnda Kafir akan mendapat keselamatan.
10.Adipati Demak berkata”Kalau keinginan anda demikian, saya hanya sekedar menjalankan perintah, anda yang menjadi benteng”
11.Sunan Benang berkata lagi “ Seperti itu yang aku inginkan, sekarang engkau telah sanggup aku dukung, segera kirimlah surat pada adikmu Adipati Terung, tetapi pakailah bahasa yang halus, katakan pada adikmu, lebih berat Raja atau saudara tua yang se agama, kalau adikmu sudah mendukungmu menjadi Raja, akan sangat mudah meruntuhkan Majalengka, siapa yang dihandalkan oleh Majapahit, Si Gugur masih kecil, patihnya sudah tua, di tempeleng saja mati, pasti tidak mampu menanggulangi terjangmu. Adipati Demak segera mengirim surat kepada Terung, tidak lama kemudian utusan telah kembali, jawabannya telah diterima dan siap mendukung perang, surat segera diserahkan Sunan Benang dan perasaannya menjadi senang. Sunan Benang segera berkata pada Adipati Demak, agar memanggil Para Sunan dan Bupati dengan alasan akan membangun Masjid dan berkata kalau Sunan Benang juga telah berada di Demak. Singkat cerita seluruh Sunan dan Bupati telah hadir, kemudian mendirikan masjid, setelah masjid jadi, mereka shalat disana. Selesai Sholat,pintu ditutup semua orang diberitahu oleh Sunan Benang kalau Adipati Demak akan menjadi Raja serta hendak meruntuhkan Majapahit, apabila telah setuju segera dilaksanakan. Para Sunan dan Bupati telah setuju, hanya satu yang tidak setuju Syekh Sitijenar. Sunan Benang marah, Syekh Sitijenar dibunuh, sedangkan yang disuruh membunuh Sunan Giri, Syekh Sitijenar ditebas lehernya. Sebelum Syekh Sitijenar mati, terdengar suara”Ingat ulama di Giri, aku tidak akan membalasmu di akhirat, tetapi aku balas di dunia, kelak kalau ada Raja Jawa dengan orang tua, disitu lehermu aku tebas” Sunan Giri menjawab “Iya sekarang atau besok aku berani, aku tidak akan mundur”
12.Setelah semua sepakat, menjalankan apa yang telah dimusyawarahkan. Sang Adipati Demak diijinkan menjadi Raja, menguasai Tanah Jawa, bergelar Senapati Jimbuningrat, Patihnya bernama Patih Mangkurat dari Atasaning. Pagi harinya Senapati Jimbuningrat telah melengkapi peralatan perang, kemudian berangkat ke Majapahit, diikuti oleh para Sunan dan para Bupati, perjalanannya bagaikan Gerebeg Maulud, semua tentara tidak ada yang mengetahui maksud perjalanan, kecuali para Tumenggung, dan Sunan serta para Ulama, Sunan Benang dan Sunan Giri tidak ikut ke Majapahit, alasannya karena sudah tua, hanya ingin shalat di Masjid saja dan memberikan doa restu, jadi hanya para Sunan dan para Bupati yang mengiring Sultan Bintara, tidak diceritakan perjalanan menuju ke Majalengka.

Bagian V
Penyerangan Adipati Demak Ke Majapahit
1.Lain yang diceritakan, di Negara Majapahit setelah kepulangan dari Giri sang Patih menghadap Sang Prabhu menyampaikan tentang peperangan di Giri, yang menjadi Senapati Giri seorang kebangsaan Cina yang telah memeluk Islam bernama Secasena. Berperang dengan bersilat (Kungfu), prajurit sejumlah tiga ratus orang mampu bersilat semua, mereka berkumis dan berkepala gundul, memakai pakaian laksana haji, gerakannya cekatan bagaikan belalang, prajurit Majapahit menggunakan senapan, prajurit Giri tunggang langgang tidak kuasa menahan jatuhnya peluru. Senapati Secasena telah tewas, dan bala tentara yang tersisa mengungsi ke hutan dan gunung, sebagaian menyeberang lautan berlari ke Benang dan dikejar oleh prajurit Majapahit, Sunan Benang dan Giri berlayar dalam satu perahu, dikira kembali ke Arab dan tidak lagi ke Jawa. Sang Prabhu memerintah Patih agar mengutus seseorang untuk ke Demak dan menyuruh apabila Benang dan Giri kembali ke Demak supaya ditangkap menjadi tawanan Raja, sebab dosa Santri Benang telah merusak Kertasana, sedangkan Sunan Giri tidak pernah datang menghadap, malahan melawan dengan perang.
2.Setelah keluar istana, Patih segera memanggil utusan yang diutus ke Demak, sementara itu diluar istana, datang utusan Bupati Pathi, memberikan surat kepada Patih, surat segera dibaca untuk mengetahui isinya. Menak Tunjungpura memberitahukan bahwa Adipati Demak, Babah Patah telah menjadi Raja di Demak, yang membujuk menjadi Raja adalah Sunan Benang dan Sunan Giri, Bupati pesisir Utara dan seluruh bala tentara sudah memeluk Islam dan mendukung, dengan julukan Senapati Jimbuningrat atau Sultan Syah Alam Akbar Sirullah Kalifaturasul Amiri’lmukminin Tajudi’l’Abdu’lhamid Kak, atau Sultan Adi Surya ‘Alam, di Bintara. Saat ini Babah Patah dan seluruh pasukan telah pergi ke Majapahit, untuk memusuhi ayahndanya, Babah Patah lebih mementingkan guru daripada ayahndanya, para Sunan dan Bupati juga telah mendukung untuk menghancurkan Majapahit. Penyerangan Babah Patah dengan pasukan sejumlah Tiga Leksa lengkap dengan senjata, untuk tindak lanjutnya diserahkan pada Sang Patih. Surat tersebut tertanggal 3 bulan Mulud Tahun Jimakir 1303, musim ke sembilan Wuku Prangkabat. Setelah membaca surat, Sang Patih sakit hati terheran – heran dan geleng kepala, kemudian mendongakkan kepala sembari menyebut nama Dewa, dan heran dengan orang Islam yang tidak mengerti akan kebaikan Sang Prabhu, justru berbuat jahat. Kyai Patih segera menghadap Sang Raja dan menyampaikan isi dari surat tersebut.
3.Sang Prabhu Brawijaya setelah mendengar ucapan Patih, terkejut dan diam membisu, sampai beberapa lama tidak berbicara, dalam hati heran terhadap putranya dan para Sunan, dengan niat yang semacam itu, setelah diberi kedudukan justru berbalik akan merusak Majapahit. Sang Prabhu tidak dapat berfikir penyebab, putranya dan para ulama hendak merusak keraton, dinalar beberapa kali tidak ketemu,mengapa sampai memiliki pikiran yang jahat. Saat itu pikiran Sang Raja gelap, kedukaannya sangat mendalam, ibarat seekor kerbau yang mati dimangsa kutu. Sang Prabhu bertanya pada Patih, apa yang menjadi penyebab, putranya dan para ulama dan Bupati tega merusak Majapahit, apakah tidak ingat akan kebaikan.
4.Sang Patih menjawab dan menjelaskan bahwa dia juga tidak mengerti, tidak masuk nalar, orang yang telah dikasih kebaikan justru membalas dengan kejahatan, seharusnya juga membalas dengan kebaikan. Ki Patih juga heran cara berfikir orang Islam yang jahat, dikasih kebajikan dibalas kejahatan.
5.Sang Prabhu segera berkata pada Patih, bahwa kejadian ini juga kesalahan Sang Prabhu sendiri, meremehkan agama yang sudah turun temurun, serta terlena dengan bujukan Putri Cempa yang mengijinkan para ulama masuk ke Jawa dan menyebarkan Islam. Karena gelapnya pikiran Sang Prabhu mengeluarkan kutukan pada orang Islam “Aku minta kepada Dewa yang Agung, agar membalas sakit hatinya, agar orang Islam kelak akan terbalik agamanya, menjilma menjadi orang yang kucir (Jambul), karena tidak ingat akan kebajikan. Aku buat kebajikan tetapi dibalas kejahatan, “Sabda Ratu Agung yang sedang kesusahan, diterima dan diijinkan oleh Bathara disaksikan Jagad, terbukti dengan ditandai suara bergelegar, seisi dunia bergetar, disaat itulah ada manuk kontul ada yang berkucir. Sampai sekarang ulama mempunyai nama samaran, Kuntul memiliki kucir di punggungnya. Sang Prabhu segera memohon pertimbangan dengan Patih terkait kedatangan musuh, santri yang akan merebut negara, diladeni atau tidak ? Sang Raja merasa kecewa dan heran, Adipati Demak ingin menguasai Majapahit direbut dengan sarana peperangan, andai saja diminta pasti akan dikasihkan sebab Sang Raja sudah tua. Saran Patih untuk melawan setiap musuh yang datang. Sang Prabhu menjawab, apabila dilawan saya akan merasa malu, sebab bermusuhan dengan anak sendiri, oleh sebab kedatangannya dilawan sebentar saja jangan sampai merusak pasukan. Patih disuruh memanggil Adipati Pengging dan Adipati Pranaraga, sebab putra yang ada di Majapahit belum cukup umur untuk berperang. Setelah berkata demikian Sang Prabhu memiliki niat akan pergi ke Bali diikuti dua abdi Sabdopalon dan Nayagenggong. Selama Sang Prabhu bersabda, semua pasukan Demak telah mengepung, negara maka tergesa-gesa. Pasukan Demak dan pasukan Majaphit saling menyerang, para Sunan memimpin perang, Patih Majapahit mengamuk ditengah peperangan. Para Bupati dan pejabat berjumlah delapan orang juga mengamuk. Perangnya sangat ramai, pasukan Demak tiga leksa, sedangkan Majapahit hanya berjumlah tiga ribu, karena Majapahit kebanyakan musuh banyak prajurit yang mati, hanya Patih dan Bupati, dan pejabat makin mendesak. Pasukan Demak yang diterjang pasti mati. Putra Sang Prabhu bernama Raden Lembungpangarsa ikut mengamuk ditengah peperangan, melawan Sunan Kudus. Ditengah – tengah perangan, Patih Amangkurat di Demak melompat, Putra Raja tewas, Patih semakin murka dan mengamuk semakin menjadi laksana banteng, tidak ada yang ditakuti, Patih tidak dapat terluka oleh senjata, bagai tugu baja, tidak ada senjata yang mempan di tubuhnya, dimana tempat yang diterjang akan berlari, yang menghadang mati terkapar, bangkai manusia bertumpukan, Patih diserang dari kejauhan, jatuhnya peluru bagaikan hujan diatas batu. Sunan Ngudhung menghalau dan membunuh, tetapi tidak berhasil, Sunan Ngudhung ditusuk dan tewas, Patih dikeroyok pasukan Demak, dan tentara Majapahit habis, apalah daya satu orang, akhirnya Patih Majapahit Tewas dan jasadnya hilang dan terdengar suara, “Ingatlah, orang Islam, diberi kebajikan oleh Paduka Sang Raja tetapi membalas kejahatan, tega merusak negara Majapahit, merebut negara dengan peperangan, besok akan saya balas, aku beri pelajaran baik dan buruk, aku tiup kepalamu, rambutmu akan aku pangkas”.
6.Sepeninggal Sang Patih, para Sunan masuk ke dalam keraton, tetapi Sang Prabhu telah pergi, yang ada hanya Ratu Mas, yaitu Putri Cempa, Sang Putri diusir pergi ke Benang juga menurut saja.
7.Para prajurit Demak segera masuk ke Keraton, di sana mereka menjarah semua yang ada, orang kampung tidak ada yang berani melawan. Raden Gugur masih muda dan dapat melepaskan diri. Adipati Terung masuk ke dalam Pura, membakar semua buku – buku Budha, pasukan di dalam Pura telah bubar, betengnya telah dikuasai oleh orang – orang Terung. Rakyat Majapahit yang tidak mau menyerah pergi ke gunung dan hutan, sedangkan yang menyerah dikumpulkan oleh orang Islam, dipaksa menyebut nama Allah, jenasah para Putra dan pejabat dikumpulkan dan dikubur disebelah Tenggara Pura, kuburan tersebut diberinama Bratalaya, katanya itu kuburan Raden Lembupangarsa. Setelah tiga hari Sultan Demak berangkat ke Ngampel, sedangkan yang diperintahkan untuk menunggu Majapahit adalah Patih Mangkurat dan Adipati Terung, berjaga-jaga kemungkinan ada kerusuhan lagi, Sunan Kudus berjaga menjadi wakil Sang Prabhu, Terung juga dijaga oleh tiga ratus ulama, setiap malam sholat dan membaca Kur’an, separo pasukan dan Sunan ikut Sang Prabhu ke Ngampelgadhing, Sunan Ngampel sudah gugur, tinggal istrinya yang masih ada disana, istrinya asli dari Tuban, putra Arya Teja. Sepeninggal Sunan Ngampel, Nyai Ageng menjadi sesepuh orang Ngampel.  
Bagian VI
Wejangan Nyai Ageng Ngampel Kepada Sang Prabhu Jimbunningrat
1.Sang Prabhu Jambuningrat, setelah sampai di Ngampel, langsung berbhakti pada Nyai Agung, para Sunan dan Bupati saling bergantian menghaturkan sembah pada Nyai Ageng. Prabhu Jimbuningrat berkata baru saja melumpuhkan Majapahit, menyampaikan hilangnya sang ayah dan Raden Gugur, menyampaikan tewasnya Patih, dan dirinya telah menjadi Raja di Jawa dengan sebutan Senapati Jimbun, serta Panembahan Palembang, maksud kedatangannya memohon restu agar dapat menjadi raja secara turun temurun.
2.Nyai Ageng Ngampel, setelah mendengar perkataan Prabhu Jimbun, seketika itu menangis sambil memeluk Sang Prabhu, dalam hati Nyai Ageng berkata, beginilah kata hatinya “Cucuku, engkau telah berdosa tiga hal, musuh Ratu yang juga orang tuamu, yang telah memberimu kesejahteraan dunia, malah engkau rusak tanpa penyebab, apabila ingat akan kebajikan paman Prabhu Brawijaya, para ulama telah diberikan tempat yang dapat mengeluarkan hasil untuk dimakan, dan juga telah diberi kebebasan, dan orang yang tidak tahu diuntung, dan dibalas kejahatan, hidup atau matipun juga tidak diketahui”. Nyai Ageng terus bertanya kepada Sang Prabhu “Nak, aku ingin bertanya, katakan sejujurnya, siapa ayahmu yang sebenarnya ? Siapa yang telah mengangkat dan mengijinkanmu menjadi Raja di Tanah Jawa ? Mengapa justru engkau siksa tanpa dosa ?”
3.Sang Prabhu berkata, kalau Prabhu Brawijaya itu ayah kandungnya, yang mengangkat hingga dirinya menjadi Raja di Tanah Jawa, dan Para Bupati dan Sunan di pesisir telah mengijinkan. Maka Majapahit dihancurkan, sebab Sang Prabhu Brawijaya tidak mau berganti agama Islam, masih memakai agama Budha yang kafir dan Kuno.
4.Mendengar kata Prabhu Jimbun, segera menjerit dan memeluk Sang Prabhu dan berkata “ Nak, Ketahuilah, kamu itu telah berdosa dalam tiga hal, pasti akan mendapat kutukan Gusti Allah, kamu berani memusuhi raja yang juga orang tuamu sendiri, yang telah memberimu kemakmurah dunia, mengapa engkau berani merusak tanpa dosa. Antara Islam dan Kafir itu yang membuat Gusti Allah itu sendiri. Orang berpindah agama itu tidak dapat dipaksa, kalau belum niatnya sendiri. Orang yang membela agama sampai mati itu orang mulia. Kalau Gusti Allah sudah mengijinkan, tidak usah disuruh mereka telah pindah ke Islam dengan sendirinya. Gusti Allah tidak memerintah ataupun menghalangi orang yang pindah agama. Semua itu berdasarkan keyakinan sendiri. Gusti Allah tidak menyiksa orang kafir yang tidak berdosa, dan tidak pernah memberi anugerah kepada orang Islam yang bertindak salah, hanya yang benar dan salah yang diadili dengan keadilan, urutkan asal mulamu, ibumu Putri Cempa menyembah Pikkong berupa kertas dan Arca batu. Kamu tidak boleh membenci orang Budha, itu pertanda kalau matamu buta, tidak dapat membedakan mana yang benar dan yang salah, katanya engkau adalah anak Prabhu tetapi tega dengan ayahmu sendiri, malah merusak tanpa penyebab. Beda dengan mata orang Jawa, meskipun hanya bermata satu tetapi dapat membedakan baik dan buruk, tahu akan kebajikan dan kejahatan, pasti takut dengan ayah apalagi Raja yang telah memberi anugerah, wajib untuk berbhakti. Iklasnya hati engkau berbhakti pada orang tua bukan bhakti dengan orang kafir, sebab sudah semestinya orang itu berbhakti dengan orang tua. Aku akan bercerita denganmu, Wong Agung Kuparmn, itu beragama Islam, mertuanya orang kafir, mertuanya sangat membenci Wong Agung karena beda agama, mertuanya tersebut selalu mencari cara untuk membunuh menantunya, tetapi Wong Agung takut sebab itu orang tuanya, bukan dilihat dari kafirnya tetapi dilihat karena dia orang tuanya, maka Wong Agung juga sangat menghormati mertuanya. Itulah nak orang luhur, tidak seperti perbuatanmu, ayahmu sendiri kamu siksa, kamu anggap kafir karena beragama Budha dan tidak mau pindah Islam. Sekarang aku bertanya apakah kamu telah berbicara dengan orang tuamu untuk kamu ajak pindah agama ? Sampai negaranya kamu rusak ?
5.Prabhu Jimbun berkata bahwa belum sempat mengajak untuk pindah agama, kedatangannya langsung menyerang. Nyai Ageng Ngampel tertawa dan berkata “Perbuatanmu itu semakin salah, meskipun Nabi jaman kuna, berani memusuhi orang tua, sebab setiap hari sudah menjelaskan ajaran agamanya, tetapi tidak mau, padahal setiap hari telah diberitahu tentang keajaibannya, yang menunjukkan sudah saatnya masuk Islam, tetapi perkataan itu tidak dihiraukan, tetap berpegang melestarikan agama lama, maka terus dimusuhi. Kalau seperti itu meskipun musuh orang tua sendiri, tidak salah secara lahir dan bathin. Sementara orang sepertimu, memiliki keajaiban apa ? Kalau memang Khalifatullah sejati dan berhak mengganti agama, coba keluarkan kemampuanmu, biar aku lihat.
6.Prabhu Jimbun berkata kalau dirinya tidak memiliki kekuatan apapun, hanya mengikuti buku, kalau dapat mengislamkan orang kafir akan mendapat Sorga. Nyai Ageng Ngampel tertawa tetap mengungkapkan kemarahannya, hanya katanya saja dijadikan pedoman, terlebih lagi bukan buku leluhur, orang mengembara saja kamu ikuti perkataannya, yang melakukan kamu, yang menerima kamu sendiri, itu bukti kalau ilmumu masih dangkal, berani dengan orang tua sebab keinginanmu menjadi Raja, susahnya tidak kau pikir. Kamu itu bukan santri ahli budi, hanya mengandalkan iket putih, tetapi putihnya kuntul, putih diluar tetapi merah di dalamnya, ketika kakekmu masih hidup, kamu pernah bicara akan merusak Majapahit, tetapi dilarang oleh kakekmu, beliau berharap jangan sampai memusuhi orang tua, sekarang kakekmu telah tiada, larangannya kamu langgar, kamu tidak takut akibatnya. Kalau kami meminta restu padaku tentang niatmu menjadi Raja di Jawa, aku tidak berhak merestui sebab aku orang kecil dan perempuan, nanti kuwalat, sebab semestinya kamu yang merestuiku, sebab kamu Khalifatullah di Tanah jawa, hanya kamu yang tua, ucapmu itu api, kalau aku hanya tua umurnya, kalau kamu tua sebagai Raja.
7.Nyai Ageng Ngampel melanjutkan perkataannya”Cucu, aku ceritakan tentang empat hal, di Kitab Hikayat disebutkan Tanah Mesir, Kanjeng Nabi Dhawud, putranya ingin menduduki tahta Sang Ayah, nabi Dhawud rela pergi, kemudian anaknya menjadi Raja, tak lama kemudian Nabi Dhawud dapat merebut kembali tahtanya, sang anak berlari kehutan dengan menaiki kuda, saat berlari kepalanya putus tersangkut pohon, itu namanya hukuman Allah. Adalagi cerita Prabu Dewata Cengkar, yang juga ingin merebut tahta sang ayah, tetapi dikutuk menjadi raksasa, setiap hari memangsa manusia. Tidak lama kemudian ada orang seberang datang ke Jawa menggelar kemahiran sulapnya. Orang Jawa banyak yang terpikat dengan Ajisaka, benci dengan Dewata Cengkar, Ajisaka diangkat menjadi Raja, Dewata Cengkar berlari ke laut Selatan berubah menjadi buaya, tidak lama kemudian mati. Adalagi cerita dari negara Lokapala, Sang Prabhu Danaraja berani dengan Sang Ayah, yang juga hampir sama dengan yang saya ceritakan tadi, semua sengsara. Apalagi kamu, memusuhi ayahmu tanpa penyebab yang jelas, pasti juga akan celaka, kematianmu juga akan mendapat kesengsaraan, itu namanya hukuman Allah”.
8.Mendegar apa yang disampaikan Sang Nenek, Sang Prabhu merasa bersalah, tetapi sudah tidak dapat dikembalikan seperti semula. Nyai Ageng Ngampel masih meneruskan perkataannya “Kamu itu hanya di jebloskan oleh para ulama dan Bupati, tetapi kamu mau melakukan, yang mendapat celaka juga kamu sendiri, dan kehilangan ayah, seumur hidup namamu jelek, menang perang tetapi melawan ayahmu, meski bertobat pada Yang Maha Kuasa, belum tentu mendapat maaf, pertama musuh ayah, kedua berani dengan Raja, ketiga merusak kebaikan, dan merusak kerajaan tanpa penyebab yang jelas. Adipati Pranaraga dan Adipati Pengging tidak akan rela tentang rusaknya Majapahit, pastinya harus mengabdi dengan ayahnda, itu saja sudah berat” Banyak hal yang disarankan oleh Nyi Ageng kepada Sang Prabhu Jimbun. Setelah selesai Sang Prabhu disuruh pulang ke Demak dan disuruh mencari hilangnya sang Ayah, apabila sudah ketemu disuruh kembali ke Majapahit dan mampir ke Ngampelgadhing, tetapi kalau tidak mau jangan dipaksa, karena kalau sampai marah kutukannya akan mujarab.

Bagian VII
Kepulangan Sang Prabhu Jimbun Di Demak
1.Saat kedatangan Sang Prabhu Jimbun di Demak, semua pasukan bersenang-senang, para santri bermain terbangan dan berzikir, mengucap syukur karena Sang Prabhu telah menang perang.
2.Sunan Benang menjemput kedatangan Sang Prabhu Jimbun, Sang Nata berkata pada Sunan Benang kalau Majapahit telah berhasil dikalahkan, kitab-kitab Budha dibakar, serta menyampaikan bahwa Sang Ayah dan Raden Gugur lolos, Patih Majapahit Mati di peperangan, Putri Cempa sudah diusir ke Benang, pasukan Majapahit yang menyerah telah masuk Islam. Sunan Benang mendengarkan perkataan Sang Prabhu Jimbun, tertawa dan mengangguk, semua sama dengan apa yang dipikirkan.
3.Sang Prabhu juga berkata, kalau kepulangannya mampir ke Ngampeldenta, menemui Sang Nenek Nyai Ageng Ngampel, menyampaikan bahwa telah dari Majapahit dan meminta restu untuk menjadi Raja, tetapi disana mendapat marah karena tidak mengerti akan kebaikan Sang Prabhu Brawijaya, kemudia disuruh mencari Sang Ayah, semua perkataan Nyai Ageng disampaikan pada Sunan Benang.
4.Setelah mendengar semua perkataan Sang Nata, dalam hati Sunan Benang merasa bersalah, tidak mengerti akan kebaikan Sang Prabhu Brawijaya. Tetapi perasaan seperti itu diputar balikkan dengan perkataan, alasannya menyalahkan Sang Prabhu Brawijaya dan patih yang tidak mau pindah ke Islam.
5.Sunan Benang kemudia berkata bahwa semua perkataan Nyai Ageng Ngampel tidak perlu dipikirkan, sebab pemikiran wanita pasti tidak sempurna, lebih baik niat merusak Majapahit dilanjutkan, kalau Sang Prabhu Jimbun menuruti kemauan Nyai Ageng Ngampel, Sunan Benang akan kembali ke Arab. Akhirnya Sang Prabhu Jimbun berkata kalau dia tidak akan menuruti perkataan Nyai Ngampel, sebab pasti akan mendapat perkataan yang tidak baik, akhirnya takut.
6.Sunan Benang memerintahkan Sang Prabhu, kalau sampai Sang Ayah kembali ke Majapahit, Sang Prabhu harus menghadap dan minta maaf semua kesalahannya, dan jika ingin menjadi Raja jangan di Tanah Jawa, karena akan menjadi penghalang rakyat yang akan memeluk Islam, agar menjadi Raja di negara diluar Tanah Jawa.
7.Sunan Giri menyambung, lebih baik agar tidak mengorbankan pasukan, Sang Prabhu Brawijaya dan putranya disantet saja, sebab membunuh orang kafir itu tidak berdosa. Sunan Benang dan Prabu Jimbun menyetujui pendapat Sunan Giri.

Bagian VIII
Sang Prabhu Brawijaya Masuk ke Agama Islam
1.Ganti yang diceritakan, perjalanan Sunan Kalijaga mencari Sang Prabhu Brawijaya, hanya diikuti oleh dua sahabat, setiap desa disinggahi, untuk mencari berita. Perjalanan Sunan Kalijaga mengikuti sepanjang Pesisir Timur dimana jalan itu dilalui Sang Prabhu Brawijaya.
2.Perjalanan Sang Prabhu Brawijaya sudah sampai Blambangan, karena lelah kemudian beristirahat disebuah balai. Saat itu pikiran Sang Prabhu sedang gelap, sedangkan yang menghadap hanya dua abdi, Nayagenggong dan Sabdopalon, kedua abdi ini selalu bercanda tawa dan berfikir tentang kejadian yang baru saja dialaminya, tidak lama kemudian datang Sunan Kalijaga, kemudian bersimpuh di hadapan Sang Prabhu.
3.Sang Prabhu bertanya pada Sunan Kalijaga “Sahid mengapa engkau datang menghampiri aku ?”Sunan Kalijaga berkata”Kedatangan saya ini diutus oleh Putra Paduka, untuk mencari keberadaan paduka Raja, sembah saya bagi baginda, hamba meminta maaf atas kesalahan, karena berani merebut kekuasan baginda, karena gelapnya pikiran, tidak tahu akan tata krama, berkemauan tinggi untuk mendapat kerajaan, dihadap oleh para Bupati. Saat ini Sang Putra telah menyadari kesalahannya, tentang keinginan mendadak menjadi Raja dari pangkat Bupati Demak, saat ini putra baginda telah ingat, kepergian baginda yang tidak tahu dimana, pasti akan mendapat hukum dari pangeran. Maka saya diutus mencari baginda sampai ketemu dan diajak kembali ke Majapahit, seperti sedia kala, menguasai pasukan dihadap oleh pejabat, langgeng menjadi pengayom para putra, cucu, buyut dan rakyat dihormati dan merestui keslamatan dunia. Kalau baginda kembali, Putra Baginda akan memberikan tahta kepada baginda, putra baginda akan menyerahkan hidup dan mati, apabila baginda ijinkan hanya ingin meminta maaf atas semua kesalahan, dan meminta kembali jabatan lama sebagai Adipati Demak, seperti sedia kala. Tetapi apabila baginda tidak mau menerima tahta, meskipun paduka di gunung, gunung manapun akan diberikan padhepokan, putra anda akan memberikan pakaian dan makanan, tetapi meminta pusaka keraton di Jawa agar diberikan dengan Iklas.
4.Sang Prabhu Brawijaya berkata”Aku telah mendengar semua perkataanmu Sahid, tetapi tidak saya perhatikan, karena aku sudah muak berbicara dengan santri yang memiliki tujuh mata, tetapi hanya mata lapisan semua, maka penglihatannya tidak benar, baik di depan tapi dibelakang menbuat celaka, manis hanya dibibir, batinnya membawa pasir yang akan disiratkan ke mata, agar salah satu mataku menjadi buta. Awalnya saya baiki tetapi, justru aku dicelakakan, apa salahku, mereka merusak tanpa penyebab, meninggalkan tata cara manusia, perang tapi tanpa penentangan terlebih dahulu, itu tata cara babi, bukan tata cara manusia utama”
5.Sunan Kalijaga setelah mendengar perkatan Sang Prabhu menyadari semua kesalahannya, karena keikutsertaannya menyerang Majapahit, dalam hati sangat bersedih, apabila diterangkan apa yang telah terjadi, kemudian berkata “Semarah-marah baginda kepada anak cucu, semoga selalu menjadi jimat, terikat diujung rambut, terpatri di dahi, dan dapat memberikan cahaya cemerlang untuk keselamatan anak cucu semua. Setelah menyadari kesalahannya apalagi yang kami minta selain permaafan baginda. Sekarang baginda hendak berjalan kemana ?
6.Sang Prabhu Brawijya berkata”Sekarang aku hendak ke Bali menemui adikku Prabhu Dewa Agung di Klungkung, akan aku ceritakan semua perbuatan si Patah, yang telah melawan ayahnya tanpa merasa berdosa, dan akan aku suruh memanggil semua Raja di sekitar Jawa, menyiapkan segala kebutuhan perang, dan Adipati Palembang juga akan aku beritahu, kalau anaknya telah sampai ke tanah Jawa, saya angkat menjadi Bupati tetapi tidak pernah tahu jalan, berani memusuhi orang tua, akan aku minta keiklasannya anaknya akan aku bunuh karena berani menentang orang tua sekaligus Rajanya. Selain itu pula akan aku sampaikan berita ini ke Hongte di Cina, bahwa putranya yang aku nikahi telah melahirkan seorang anak, tetapi juga tidak tahu jalan, akan aku minta keiklasannya juga, cucunya akan aku bunuh, aku akan meminta bantuan tentara Cina lengkap dengan senjata perang dan menuju ke Bali. Apabila semua tentara telah siap, dan mengingat akan kebaikanku dan berbelas kasihan pada orang tua, pasti mereka akan datang ke Bali dengan senjata perang, akan aku ajak ke tanah Jawa merebut tahtaku, meskipun terjadi perang besar memusuhi anak, aku tidak malu, sebab aku tidak memulai hal buruk ataupun meninggalkan tata cara orang luhur.
7.Sunan Kalijaga setelah mendengar perkataan Sang Prabhu seperti itu, seketika itu juga badannya lemas dalam hati berkata “Tidak salah dengan apa yang dikatakan Nyai Ageng Ngampelgadhing, kalau kakek yang bungkuk masih kokoh mempertahankan negara, tidak menyadari akan kondisi tubuhnya. Kalau sampai berhasil menyeberang ke Bali, pasti akan terjadi perang besar, dan pasukan Demak mustahil untuk menang, karena membawa kesalahan besar, memusuhi Raja, orang tua, yang telah memberi kebaikan. Dapat dipastikan orang Jawa yang belum Islam pasti mengasihi Raja tua, orang Islam akan mati dalam peperangan”
8.Akhirnya Sunan Kalijaga berkata pelan “Baginda Sang Prabhu ! kalau paduka melanjutkan perjalanan ke Bali dan memanggil para Raja, pasti akan terjadi perang besar, apakah paduka tidak menyayangkan kerusakan Tanah Jawa, pasti putra paduka akan kalah, baginda menjadi Raja sudah tidak lama lagi, tahta Jawa akan menjadi milik orang lain yang bukan keturunan paduka, ibarat anjing yang berebut bangkai, yang bertengkar saling membunuh dan mati, daging dan hatinya dimakan oleh anjing lain”
9.Sang Prabhu Brawijaya berkata”Hal seperti itu sudah kehendak Dewata yang Agung, aku ini Raja hanya berpedoman pada satu mata, tidak memakai dua mata, hanya satu penglihatanku pada hal yang benar, menurut adat leluhur. Misalkan si Patah merasa kalau aku ini bapaknya, dan berniat menjadi Raja, diminta dengan baik pasti aku berikan keraton Tanah Jawa ini dengan jalan baik pula, aku ini sudah tua, seudah puas menjadi Raja, aku memilih menjadi Pandhita, bertapa di gunung. Sebaliknya Patah menyiksa aku, pasti aku juga tidak rela Tanah Jawa dipimpinnya, melebihi apa kehendak dewata”
10.Sunan Kalijaga setelah mendengar perkataan Sang Prabhu, merasa tidak sanggup menasehati, maka segera bersujud dan memberikan kerisnya dan meminta Sang kalau tidak mau menuruti apa yang disarankannya, Sunan Kalijaga minta dibunuh saja, sebab merasa malu melihat keadaan yang memalukan.
11.Melihat perlakuan Sunan Kalijaga yang demikian Sang Prabhu merasa iba, maka tidak berbicara, tangannya mengelus dada dan menarik nafas, sambil berkata “Sahid, duduklah sebentar,biar aku pertimbangkan kata-katamu, benar dan salahnya, bohong dan jujurnya, sebab aku kuatir semua perkataanmu itu bohong. Ketahuilah Sahid, seandainya aku kembali ke Majapahit, Patah akan muak melihatku, bencinya tak terkira, sebab mempunyai ayah Budha yang kafir, suatu hari saya akan ditangkap dan disuruh menjaga pintu belakang, pagi sore diajari sembahyang, kalau tidak bisa akan di mandikan di sendang dan digosok dengan alang-alang”
12.Sang Prabhu meneruskan perkataannya”coba pikirkan Sahid, alangkah susahnya aku yang sudah tua, kedinginan malah direndam di air”. Sunan Kalijaga tertawa dan berkata”Mustahil semua itu akan terjadi, saya yang akan bertanggung jawab, putra baginda tidak akan pernah menyiksa paduka, masalah agama terserah baginda pribadi, tetapi alangkah baiknya paduka berganti memeluk agama Rasul, dan menyebut nama Allah, kalau tidak mau juga tidak masalah, syarat menjadi Islam itu hanya Sahadat, meskipun Shalat setiap jari kalau tidak mengerti Sahadat sama saja kafir”
13.Sang Prabhu bertanya “Sahadat itu apa, aku belum pernah mendengar, katakan biar aku dengarkan”. Sunan Kalijaga kemudian mengucapkan Sahadat “ashadu ala ilaha ila’llah, wa ashadu anna Mukhammadar-Rasulu’llah”,artinya saya bersaksi tidak ada pengeran yang sejati selain Allah, dan saya bersaksi Nabi Muhammad adalah utusan Allah”
14.Sunan Kalijaga melanjutkan perkataannya pada Sang Prabhu”Orang menyembah ke arah manapun, kalau tidak mengetahui wujudnya itu tetap kafir, dan siapa yang menyembah segala sesuatu yang berwujud itu menyembah berhala namanya, maka perlu mengetahui secara lahir maupun batin. Orang berkata itu harus mengerti apa yang dibicarakan, maksudnya Nabi Muhammad Rasulallah, Muhammad itu artinya kuburan, jadi badan manusia itu kuburan rasa, memuji badan sendiri, bukan memuji Muhammad di Arab, raga manusia ini bayangan Dzat Pangeran, berwujud makam kuburan rasa, Rasul rasa menyusul, kemudia rasa menyatu dilidah. Rasul naik ke sorga berubah menjadi tanah yang kotor, disebut Rasul itu rasa buruk yang salah, disingkat menjadi satu Muhammad Rasulallah, pertama mengerti badan, kedua mengerti makanan, kewajiban manusia menyembah rasa dan makanan dengan menyebut Muhammad Rasulallah, maka sembahyang “Uzali” artinya mengetahui asal mulanya. Sedangkan raga manusia berasal dari roh idlafi, roh dari Muhammad Rasul, artinya Rasulnya Rasa, bibit kehidupan, keluar dari badan, karena Ashadualla, apabila tidak mengerti arti Sahadat, tidak mengerti rukun Islam, tidak akan pernah tahu asal mula yang ada”
15.Perkataan Sunan Kalijaga yang panjang lebar, membuat Prabhu Brawijaya terpesona dengan agama Islam, kemudian meminta Sunan Kalijaga untuk memotong rambutnya, tetapi tidak dapat dipotong, Sunan Kalijaga berkata, Sang Prabhu diminta Islam lahir dan Bathin, sebab kalau hanya secara lahiriah rambutnya tidak mempan dipotong, Sang Prabhu kemudian berkata kalau sudah lahir bathin, akhirnya rambut sang Prabhu dapat dipotong.

Bagian IX
Penolakan Sabdopalon dan Nayagenggong Masuk Islam
1.Setelah itu Sang Prabhu berkata kepada Sabdopalon dan Nayagenggong”Kamu berdua aku sarankan, mulai hari ini tinggalkan agama Budhi, dan pindah ke Islam, kemudian menyebut nama Allah yang sejati, karena keinginanku, kalian berdua aku ajak pindah agama Rasul dan meninggalkan agama Budha”
2.Sabdopalon berkata dengan sedih”Saya ini Ratu Dhang Hyang yang menguasai tanah Jawa, siapa yang menjadi raja, akan menjadi asuhanku. Mulai dari leluhur paduka dahulu, Sang Wiku Manumanasa, Sakutrem, dan Bambang Sakri, secara turun temurun sampai paduka sendiri, saya akan mengasuh orang yang memegang teguh ajaran Jawa, kalau saya tidur lamanya 200 tahun, selama saya tidur, pasti ada peperangan saudara bermusuhan dengan saudara, yang jahat akan makan sesama manusia dan bangsanya sendiri. Sampai sekarang umur hamba telah 2003 tahun, mengasuh keturunan Jawa, tidak ada yang berubah agamanya, mulai pertama selalu memeluk Budha, tetapi paduka sendiri yang berniat meninggalkan ajaran Jawa, Jawi artinya mengerti, tetapi paduka lebih memilih nama Jawan, senang ikut-ikutan, semua ini akan menghambat Moksa”
3.Sabda Sang Wiku diikuti bergetarnya jagad, Sang Prabhu Brawijaya tidak diijini oleh Dewata, tentang niatnya masuk agama Rasul, akhirnya keadaan di dunia ditambah tiga macam, 1, Suket Jawan, Padi Randanunut dan Padi Mriyi.
4.Sang Prabhu bertanya kembali “Bagaimana keputusanmu, apakah mau meninggalkan agama Budha dan pindah ke agama rasul, dengan menyebut Nabi Muhammad Rasulaallah yang menjadi panutan para Nabi dan menyebut nama Allah ?”
5.Sabdopalon berkata”Silahkan paduka masuk sendiri, saya tidak tega mewariskan watak jahat seperti orang Arab. Jahat itu artinya menghukum, menghukum diri sendiri, kalau saya sampai mengikuti agama tersebut, pasti akan menghambat saya mencapai Moksa, sedangkan yang menyebut mulia itu kan orang Arab, dan semua orang Islam, yang menyanjung diri sendiri. Kalau saya tidak sudi menyanjung bagusnya milik orang lain, dan merendahkan milik sendiri, saya tetap senang dengan agama lama, menyebut nama Dewa. Dunia ini adalah raga Dewa yang bersifat Budi dan Hawa, sudah menjadi kewajiban manusia mengikuti Budhi, jadi tidak akan pernah tertipu, kalau menyebut nama Nabi Muhammad Rasullallah, artinya Muhammad itu kuburan, kuburan Rasa yang salah, hanya menyembah Rasa secara lahiriah, hanya makan enak, tidak ingat akibatnya kelak, maka nama Muhammad itu makanan kuburan, roh Idlafi artinya lapisan, kalau sudah rusak kembali ke asalnya. Prabhu Brawijaya akan berada dimana ?. Adam itu menjadi satu dengan Hyang Brahim yang artinya tersesat selama hidupnya, tidak menemui Rasa yang sebenarnya, tetapi timbulnya Rasa berwujud badan, dinamakan Mukhammadun, makamnya Rasa, karena Budi maka menjadi manusia dan Rasa. Kalau dipanggil Yang Maha Kuasa, jasad paduka hanyalah jasad manusia, karena mengabdi yang salah, ayah dan ibu tidak mencipta, maka disebut anak, ada wujud sendiri yang tercipta karena gaib dan samar, karena kehendak Latawalhujwa, yang melipurtu wujud, ada penciptaan sendiri, lebur sendiri, kalau sudah dipanggil Yang Maha Kuasa, hanya Rasa dan Perasaaan yang paduka bawa kemanapun, kalau menjadi Dhemit akan menjaga tanah, ini yang disebut Nistha, hanya menunggu daging yang telah busuk dan menyatu dengan tanah, seperti ini tidak ada gunanya. Seperti ini hanya karena kurangnya ilmu Budhi, semasa hidupnya belum makan inti sari ilmu dan inti sari Budhi, rela mati menjadi setan, makan tanah dan mengharap sesajen, kelak ada mukjijat yang memberikan kiamat pada anak cucunya. Orang yang telah mati tidak dipengaruhi oleh aturan Raja secara lahir, sudah pasti Suksma pisah dari Budhi, kalau kemauannya baik akan mendapat kemuliaan, tetapi kalau niatnya buruk, akan mendapat siksaan. Coba jawablah keterangan hamba ini”
6.Sang Prabhu menjawab “Kembali ke asalnya, Nur kembali ke Nur”. Sabdopalon berkata lagi,”Inilah ilmu orang yang bingung, hidupnya akan rugi, tidak mempunyai pengetahuan tentang ingatan, belum makan buah Ilmu dan Budhi, berasal dari satu kembali ke Yang Satu itu namanya kematian yang mulia. Kematian yang mulia itu Sewu Satus Telung Puluh (1130), Satus artinya putus, telu artinya tilas (bekas), puluh artinya pulih (kembali), wujudnya rusak tetapi yang rusak hanya yang berasal dari roh Idlafi lapisan, hidupnya abadi hanyalah badan yang pisah dengan Suksma, inilah sahadat tanpa Ashadu, berganti dengan roh Idlafi lapisan, surup pasti tahu dari mana asal mula makhluk, surup artinya mengetahui awal, tengah dan akhir, menjalankan kehidupan, yang telah bergerak letaknya masuk membawa Cipta yang lama”
7.Sang Prabhu berkata kembali”Ciptaku telah ikut dengan orang yang unggul” Sabdopalon menjawab “itu orang yang tersesat, seperti benalu yang hidup menempel pada pohon yang besar, tidak membawa kesejahteraan sendiri, ini bukan kematian yang mulia, tetapi hina, sukanya hanya ikut-ikutan, kalau diusir akan bingung dan berusaha menempel pada yang lain”
8.Sang Prabhu berkata lagi”Asal kosong aku kembali ke kosong, ketika aku belum berwujud, belum ada apapun, jadi kematianku juga begitu”. Sabdopalon”Ini hanya kematian yang sia-sia, bukan kematian imam, semasa hidupnya seperti hewan, hanya makan, minum dan tidur, seperti ini hanya akan gemuk dan banyak daging, hanya rela minum air kencing saja, kehilangan kehidupan dalam kematian”
9.Aku akan menunggu makam, kalau sudah luluh akan masuk” Sabdopalon” Ini kematian orang bodoh, menjadi setan kuburan, menunggu daging dalam kuburan, daging yang telah lembut manjadi tanah. Tidak mengetahui tentang santun roh Hidlafi baru, ketahuilah ini orang yang bodoh”
10.Sang Prabhu berkata”Aku akan Moksa bersama badanku” Sabdopalon tertawa” kalau orang beragama Rasul tidak akan pernah Moksa, tidak sanggup makan raga sendiri, gemuk kelebihan daging, kematiannya Moksa itu celaka, karena mati tanpa meninggalkan jasad, namanya bukan sahadat, tidak mati, tidak hidup, tidak menjadi roh Idlafi baru (kelahiran kembali), hanya menjadi gunungan dhemit”
11.Sang Prabhu” Ciptaku akan kembali ke akhirat, naik ke sorga menghadap Yang Maha Kuasa”. Sabdopalon berkata”Akhirat, Sorga sudah paduka bawa kemana – mana, jasad manusia itu sudah membawa “alam sahir kabir, ketika tercipta sudah lengkap, Akhirat, Sorga maupun Neraka. Paduka akan menuju akhirat yang mana, jangan sampai tersesat, padahal tempat akhirat itu artinya miskin, dimana-mana ada akhirat, kalau bisa saya hindari jangan sampai pulang pada kemiskinan dan negara yang miskin keadilan, kalau salah pasti akan mendapat hukuman, diikat dan dipaksa bekerja berat tanpa upah, termasuk dalam Akhirat Nusa Srenggi, nusa artinya manusia, sreng artinya pekerjaan yang sangat berat, enggi artinya membuat. Jadi manusia dipaksa bekerja pada Ratu Nusa Srenggi, apakah tidak celaka orang hidup didunia bernasib seperti ini, sekeluarga hanya makan beras segenggam, tanpa ikan, sambal, maupun sayuran ini akhirat secara lahiriah, akhirat setelah kematian akan melebihi ini, paduka jangan sampai pulang ke akhirat, jangan naik ke sorga, nanti tersesat. Banyak kekayaan disitu, tetapi semua rela tidur berselimut tanah, hidupnya selalu bekerja dengan paksaan, paduka jangan sampai menghadap Gusti Allah, sebab Gusti Allah tidak terlihat hanya namanya yang terdengar di dunia dan akhirat, paduka belum kenal, kenalnya hanya bagaikan mengenal bintang dan bulan, bertemunya cahaya saat menjadi satu, tidak pisah maupun tidak berkumpul, jauhnya tak terhingga, dekat juga tidak akan bertemu, hamba saja tidak kuat berdekatan apalagi paduka. Kanjeng Nabi Musa juga tidak dapat melihat Gusti Allah, sebab Allah tidak terlihat, hanya Dzatnya saja yang meliputi semua wujud yang ada, paduka adalah benih rohani, bukan sebangsa malaikat, raga manusia berasal dari Nutfah, menghadap Hyang Latawalhujwa, apabila tempatnya sudah tua, meminta kembali yang baru, jadi tidak bolak-balik, yang disebut hidup dan mati, yang hidup masih bernafas artinya hidup, yang abadi yang tidak pernah berubah, yang mati hanya raganya, tidak merasakan kenikmatan, maka menurut Budha, kalau raga sudah tua, suksma keluar dan meminta ganti yang lebih bagus, melebihi yang telah tua, Nutfah jangan pernah bergerak dari dunianya, dunia manusia itu abadi, tidak berubah, yang berubah hanya makamnya Rasa, raga adalah wadah yang berasal dari roh Idlafi.
13.Prabhu Brawijaya tidak muda dan tidak tua, tetapi langgeng berada di tengah dunianya, berjalan tetapi tidak bergerak dari tempatnya, berada di dalam goa Cipta yang tenang. Bawalah semuanya, membawa makanan raga. Tulis hilang, hitunglah jumlahnya, berkumpul tidak akan lengkap. Melihat jantung sebelah kiri, berkurang karena Cipta. Inilah akhir dari pengetahuan Budha, dalamnya roh sangat dangkal, berani berubah dalam letikan api, keluar dalam Kalamwadi, terhanyut dalam lautan rahmat masuk dalam goa indrakila wanita, jatuhnya kenikmatan ada di dasar bumi rahmat, disitulah ki Budhi membuat kerajaan Baituallah yang mulia, yang terjadi karena sabdaku, jadi sorga berada ditengah dunia ibu, maka manusia berkiblat pada tengah dunia, dunia manusia itu bernama Goa Sir Cipta, dibawa kemana-mana tidak berubah, umurnya sudah digariskan, tidak dapat berubah, sudah ditulis dalam Lokhil Makful, selamat dan celaka tergantung pada budhi dan ilmu yang nalar, yang hilang atau berkurang ikhtiarnya akan berkurang keberuntungannya. Awal mula keblat sekawan (empat penjuru arah), timur, barat, selatan dan utara. Artinya wetan (timur) awal manusia itu berwujud, arti kulon (barat) bapak meniduri, kidul (selatan) artinya istri didudul (ditusuk) bagian tengah perutnya, lor (utara) lahirnya sang bayi, tanggal pertama Kapurnaman. Artinya Pur adalah sesuai, na artinya ada wujud, ma artinya menghadap yang berwujud, jumbuh artinya lengkap, serba ada meliputi alam sahir kabir, manusia lahir dari ibu, bersamaan dengan saudara kakak dan adiknya, kakaknya adalah kawah, dan adiknya adalah ari-ari, saudara gaib yang lahir bersamaan, menjaga hidupnya, penjilmaan dari cahaya, dan mengingatkan semuanya, siang dan malam tidak kuatir pada semua keadaan, ingat akan semuanya, setelah senja tanggalnya akan terlihat samar, sejak dahulu, sekarang dan besok, inilah ilmu orang Jawa yang beragama Budha. Raga ini ibarat perahu, suksma orang yang berada didalam perahu, yang menunjukkan arah, kalau perahu berjalan salah arah pasti akan celakan, perahu pecah, orangnya tenggelam. Maka dari itu harus mapan, mumpung perahu masih berjalan, kalau hidupnya saja tidak mapan apalagi matinya. Kalau perahunya rusak akan terpisah dengan orangnya, artinya suksma juga akan berpisah dengan Budhi, ini namanya Sahadat, berpisahnya kawula dan Gusti, Sah artinya pisah, dat artinya Dzatnya Gusti, kalau sudah berpisah antara suksma dan Budhi, budinya akan kembali ke Baituallah, kalau raga, suksma dan budhi, menjelma menjadi yang tidak-tidak, kalau hanya satu,kebesaran, tanggalannya tidak akan senja selamanya, harus waspada, ingat akan asal mula kawula, kawula wajib dan berhak meminta pada Gusti Baitulallah yang baru melebihi yang lama. Raga manusia itulah Baitullallah, yaitu perahu buatan Allah, berasal dari sabda-Nya, kalau perahu orang Jawa dapat mapan di Baitullallah memilih yang baik, perahu orang Islam rusak, kalau suksmanya mati, di alam semesta kosong tidak ada manusia, kalau manusia hidup selamanya, dunia ini akan penuh manusia, perjalanannya dari muda hingga tua, sampai roh lapisan, meskipun suksma manusia, tetapi kalau tekadnya salah setelah mati akan menjelma menjadi hewan, meskipun suksma hewan dapat menjelma menjadi manusia (Adilnya Hyang Maha Kuasa orang itu akan menerima hasil perbuatannya), ketika Bathara Wisnu menjadi Raja di Medhang Kasapta, semua hewan di hutan dan makhluk halus dicipta menjadi manusia, menjadi pasukan Sang Raja. Ketika kakek anda Prabhu Palasara membangun Keraton di Gajahoya, semua hewan dan makhluk halus juga dicipta menjadi manusia, oleh sebab itu bau dari masing masing manusia berbeda beda, baunya seperti ketika menjadi hewan. Serat Tapak Hyang yang dinamakan Sastrajendrayuningrat, berasal dari sabda-Nya yang disebut jithok artinya puji thok (hanya pujian). Dewa yang menciptakan cahaya diseluruh tubuh, artinya lihatlah punggungmu sendiri, jiling artinya puji eling (ingat dan pujian) pada Gusti, punuk artinya panakna (arahkan), pundhak artinya panduk (untuk), hidup didunia berguru pada orang Kuldi akan mendapat buah yang banyak sehingga kaya akan daging, kalau mendapat buah pengetahuan, dapat digunakan sebagai bekal hidup, hidup abadi dan tidak dapat mati. Tepak artinya tepa-tepanira (terapkan pada diri sendiri), walikan artinya kebalikan hidup, ula-ula artinya lihatlah pada punggungmu, sungsum artinya sungsungen (dambaan), lambung artinya sewaktu Dewa menyambung umur, alam manusia hanya sambungan, lupa dan ingat, hidup dan mati, lempeng kanan kiri, artinya luruskan tekad lahir dan batin, tahu benar dan salah, baik dan buruk. Mata artinya tingalana batin siji (lihatlah hanya satu batin), keblatmu yang benar, hanya keblat satu yang benar yaitu utara, tengen (kanan), perhatikan dengan jelas, orang hidup di dunia hanya sekedar menjalani, tidak membuat atau membeli. Kiwa artinya raga iki isi hawa (tubuh ini berisi udara), tidak berhak memberikan kematian. Beginilah isi serat tersebut, Kalau paduka meragukan, siapa yang menciptakan raga ?, siapa yang memberi nama ? hanya Latawalhujwa, kalau paduka belum percaya, paduka tetap saja kafir, kematian paduka juga akan sia-sia, menjadi dhemit penjaga tanah, kalau paduka tidak dapat membaca sastra dalam diri manusia, setelah kematian paduka akan menjelma menjadi hewan, namun apabila dapat memnaca sastra tersebut, dari manusia akan menjelma menjadi manusia, seperti disebut dalam Serat Anbiya, Kanjeng Nabi Musa dahulu orang yang meninggal dalam kubur, lalu bangun kembali, hidup dengan lapisan roh yang baru, kalau paduka merasuk agama Islam, semua orang Jawa akan masuk Islam pula, kalau hamba semua telah aku kuasai menjadi satu, termasuk antara bagian luar dan dalam, jadi sesuai kehendak saya, kalau hendak menghilang akan menghilang begitu saja, kalau mau berwujud akan kelihatan seketika. Ragaku ini sifat dari Dewata, badanku memiliki nama masing-masing. Coba paduka tunjuk mana wujud Sabdopalon, telah terhalang fajar, karena terangnya sampai tidak terlihat wujud Sabdopalon, tinggal nama yang meliputi badan, tidak muda tidak tua, tidak hidup tidak mati, hidup meliputi kematian, kematian meliputi kehidupan, abadi selamanya.
14.Sang Prabhu bertanya “Dimana Pangeran Yang Sejati ?”, Sabdopalon menjawab “tidak jauh maupun tidak dekat, paduka adalah bayangan dari suksma yang berwujud, disebut sarira tunggal, budi ,hawa dan badan, ketiganya bekerja tak terpisah, tetapi juga tidak berkumpul. Paduka adalah Raja termahsyur pasti tidak akan salah menilai perkataan saya ini”
15.Sang Prabhu berkata “Apa kamu tidak menurut pada agama ?” Sabdopalon menjawab “Menurut pada agama lama, kalau dengan agama baru tidak, mengapa paduka berganti agama tanpa bertanya saya, apakah paduka tidak mengerti akan nama saya Sabdopalon ? Sabda artinya pamuwus (perkataan), Palon artinya pikukuh kandang (bagian dari penghalang dalam kandang), Naya artinya penglihatan, Genggong artinya abadi, jadi perkataan saya ini dapat menjadi tuntunan dan ramalan di Tanah Jawa, abadi selamanya”.
16.Sang Prabhu berkata “Bagaimana, aku sudah terlanjur masuk Islam, sudah disaksikan Sahid, aku tidak dapat kembali ke Budhi, aku akan malu ditertawakan bumi dan langit”. Sabdopalon berkata lagi”ya sudah itu keputusan paduka sendiri, hamba tidak turut campur”.
17.Sunan Kalijaga kemudian berkata kepada Sang Prabu yang intinya tidak perlu berpikir yang macam-macam sebab agama Islam adalah agama mulia, serta berkata membuat air dalam wadah, sebagai pertanda, bagaiman nanti baunya. Kalau air itu dapat berbau wangi, itu pertanda kalau Sang Prabhu sudah mantap dengan agama Rasul, tetapi kalau berbau busuk itu pertanda kalau Sang Prabhu masih memiliki pikiran Budhi. Sunan Kalijaga segera membuat air, seketika itu air berbau wangi, Sunan Kalijaga berkata pada Sang Prabhu bahwa itu sebuah tanda, kalau Sang Prabhu sudah mantap memeluk agama Rasul, karena air telah berbau wangi.
18.Sabdopalon berkata pada Sang Prabhu “Itu kesaktian apa ? kesaktian air kencing saya kemarin sore dipamerkan padaku. Kalau saya musuh pada air kencing saya sendiri, yang saya rebut ini ? Paduka telah terlanjur terperosok, akan menjadi Jawan, suka ikut – ikutan tiada gunanya aku asuh, saya malu dengan bumi dan langit, malu mengasuh orang bodoh, aku akan mencari asuhan yang bermata satu, tidak suka pada paduka, kalau saya mau mengeluarkan kesaktian saya, air saya kentuti saja akan berbau harum. Kalau tidak percaya, yang disebut dalam kepercayaan Jawa, nama Manikmaya itu saya, membuat kawah diatas gunung Mahameru itu saya, Adi Guru hanya merestui saja, saat itu tanah Jawa bergoyang, karena besarnya api yang berada didalam tanah, gunung-gunung aku kentuti, puncaknya longsor, apinya keluar kemudian kawah itu ada, isi air tawar, itu juga aku yang membuat, semua itu atas kehendak Latawalhujwa, yang membuat bumi dan langit. Apa kekurangan agama Budhi, orang dapat berbicara sendiri dengan Yang Maha Kuasa, paduka telah terpesona agama Islam dan melupakan agama Budhi , keturunan paduka akan apes, Jawa tinggal Jawan, Jawa hilang, senang ikut bangsa lain. kelak tentu akan diperintah oleh orang Jawa yang paham segalanya”
19.Coba paduka saksikan besok bulan ada tanpa tanggal, benih tidak tumbuh, ditolak oleh Dewata, tanaman padi tidak berisi, hanya menjadi makanan burung, sebab kesalahan paduka, suka menyembah batu. Paduka saksikan tanah Jawa udaranya akan berubah, kemarau panjang sulit hujan, hasil pertanian berkurang, banyak orang senang berbohong, sukan bertindak hina dan suka bersenang-senang, hujan salah musim membuat bingung petani. Mulai saat ini hujan telah berkurang, sebagai hukuman manusia yang telah ganti agama. Kelak kalau sudah bertobat, ingat pada agama Budhi, dan manusia mau menikmati buah ilmu pengetahuan, Dewata akan memberikan maaf, hujan akan kembali seperti jaman Budhi.
20.Setelah Sang Prabhu mendengar perkataan Sabdopalon, dalam hati merasa kecewa memeluk agama Islam, meninggalkan agama Budhi, sampai lama tidak berkata, kemudian berkata bahwa dirinya masuk Islam karena terpengaruh oleh ucapan Putri Cempa, yang mengatakan kalau orang Islam itu besok kalau mati akan mendapat sorga lebih tinggi dari sorga orang kafir.
21.Sabdopalon berkata bahwa sejak dahulu kalau laki-laki menurut pada perempuan pasti mendapat kesengsaraan, karena perempuan itu sebagai wadah, tidak berhak memulai sebuah keinginan, Sabdopalon banyak menyalahkan Sang Prabhu.
22.Sang Prabhu berkata “Meskipun kau salahkan tidak ada gunanya, sebab semua sudah terlanjur, kamu yang aku tanya, bagaimana keputusanmu ? kalau aku masuk agama Islam, sudah disaksikan Si Sahid, sudah tidak akan kembali ke agama Budha”
23.Sabdopalon berkata kalau dirinya akan berpisah dengan Sang Prabhu, ketika ditanya pergi kemana, dia berkata tidak pergi, tetapi tidak berada disitu, hanya mengikuti nama Semar, meliputi seluruh perwujudan yang ada, Sang Prabhu disuruh menyaksikan kalau besok ada orang Jawa bernama tua, bersenjata pengetahuan, itulah orang yang diasuh Sabdopalon, orang jawan akan diajari ilmu tentang benar dan salah.
24.Sang Prabhu akan memeluk Sabdopalon dan Nayagenggong, tetapi kedua abdi tersbut telah musnah, Sang Prabhu terkejut dan menahan nafas, kemudian berkata pada Sunan Kalijaga “Kelak Negara Blambangan ini berubahlah menjadi Negara Banyuwangi, menjadi tanda Sabdopalon kembali ke Tanah Jawa membawa asuhannya. Saat ini Sabdopalon masih berada di Tanah seberang” Sunan Kalijaga disuruh memberikan tanda pada air sendang sudah tidak wangi, orang Jawa akan meninggalkan Islam berganti agama Kawruh”
25.Sunan Kalijaga segera membuat wadah air dari batang bambu, yang satu diisi air tawar, yang lain diisi air sendang. Air sendang sebagai tanda, kalau air sudah tidak wangi, orang Jawa berganti agama Kawruh. Setelah diisi air, kemudian ditutup daun pandan, kemudian dibawa oleh dua abdinya.

Bagian X
Wasiat dan Wafatnya Sang Prabhu Brawijaya
1.Sang Prabhu Brawijaya kemudian berjalan diikuti Sunan Kalijaga dan dua abdi, dalam perjalanan mereka kemalaman dan menginap di Sumberwaru, pagi hari tempat air dibuka airnya masih wangi, kemudian melanjutkan perjalanan, sore hari telah sampai di Panarukan. Sang Prabhu menginap disana, pagi harinya air masih wangi, Sang Prabhu kembali melanjutkan perjalanan.
2.Setelah sore hari, mereka sampai Besuki, Sang Prabhu juga menginap disana, pagi hari, airnya semakin wangi, Sang Prabhu melanjutkan perjalanan hingga sore hari sampai di Prabalingga, disana menginap semalam, esok harinya air tawar masih enak tetapi berbuih, buih itu berbau wangi tetapi tinggal sedikit sebab sering diminum sepanjang perjalanan, sedangkan air sendang telah berbau amis kemudian dibuang. Sang Prabhu berkata kepada Sunan Kalijaga “Prabalingga ini kelak memiliki dua nama, Prabalingga dan Bangerwarih, disinilah kelak menjadi tempat berkumpulnya orang yang menimba ilmu kepandaian dan kebatinan. Prabalingga artinya Prabawane wong Jawa kalingan prabawana tangga (Kewibawaan orang Jawa tertutup kewibawan tetangga)”. Sang Prabhu melanjutkan perjalanan setelah tujuh hari sampai di Ngampelgadhing. Nyai Ngampelgadhing bergegas menyambut dan menyembah sambil menangis dan berkeluh kesah.
3.Sang Prabhu berkata “Sudah jangan menangis nak, terimalah semua ini telah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa. Aku dan engkau hanya sekedar menjalani, semuanya telah ditulis di Lokhilmakful. Keberuntungan dan kesengsaraan tidak dapat dihindari, tetapi kewajiban orang hidup harus mau menuntut ilmu”. Nyai Ageng Ampel kemudian bercerita tentang perbuatan cucunya Prabhu Jimbun, seperti yang telah disampaikan. Sang Prabhu kemudian menyuruh untuk memanggil Prabhu Jimbun. Nyai Ampel kemudian mengutus seseorang untuk menyampaikan surat ke Demak. Sesampai di Demak surat diserahkan kepada Sang Prabhu Jimbun, tidak lama kemudian Sang Prabhu berangkat menuju Ampel.
4.Diceritakan putra Raja di Majaphit yang bernama Raden Bondhankajawan di Tarub, mendengar berita kalau Majapahit dilumpuhkan oleh Adipati Demak, dan Sang Prabu lolos entah kemana perginya, merasa pikiran tidak tenang kemudian pergi ke Majapahit, perjalanan Raden Bondhankajawan mencari tahu dimana keberadaan Sang Rama, sesampai di Surabaya mendengar berita kalau Sang Prabhu telah berada di Ampel, tetapi sakit, kemudia Raden Bondhakajawan datang berbhakti.
5.Sang Prabhu bertanya”Siapa yang bersujud ini ?” Raden Bondhankajawan berkata kalau dirinya yang sedang bersujud. Sang Prabhu kemudian memeluk Sang Putra, penyakit Sang Prabhu semakin menjadi, merasa sudah hampir wafat, Sang Prabhu berkata kepada Sunan Kalijaga sebagai berikut “Sahid, kemarilah, aku merasa ajalku semakin mendekat, buatlah surat ke Pengging dan Pranaraga, nanti akan saya tanda tangani, relakanlah rusaknya Majalengka, jangan rebutan tahtaku, semua sudah menjadi suratan Hyang Maha Suci, jangan berperang lagi, nanti akan memperkeruh suasana, kasihanilah hancurnya pasukan, datanglah ke Demak, sepeninggalku, rukunlah, siapa yang mengawali perbuatan jahat aku mohonkan pada Hyang Maha Kuasa, agar kalah perangnya”.
6.Sunan Kalijaga kemudian menulis surat ,kemudian diserahkan Sang Prabhu untuk ditandatangani, dikirimkan ke Pengging dan Pranaraga. Sang Prabhu kemudian berkata “Sahid sepeninggalku, aku mohon kau asuh anak cucuku, aku titipkan anak ini dan keturunannya, apabila beruntung kelak dia akan menurunkan pemimpin tanah Jawa, dan pesan terakhirku, kelak kalau aku meninggal, kuburkan di Majapahit sebelah Timur Laut Sagaran, dan pemakamanku aku namakan Sastrawulan, dan mintakan pula yang ikut berbaring disana Putri Cempa, dan lagi, besok anak cucuku jangan pernah mendapat bangsa lain, jangan mengangkat Senapati perang dari bangsa lain”.
7.Sunan Kalijaga setelah mendengar perkataan Sang Prabhu, kemudian berkata”Apakah Sang Prabhu tidak mengijinkan kepada Prabhu Jimbun untuk memimpin di Tanah Jawa ?” Sang Prabhu menjawab”Aku ijinkan tetapi hanya sampai tiga turunan” Sunan Kalijaga ingin mengetahui arti dari tempat untuk pemakamannya kelak.
8.Sang Prabhu berkata “Sastra artinya tulisan, wulan artinya dunia, tulisan dikuburku hanya secepatan sinar bulan, kalau masih ada sinar bulan, kelak, orang Jawa akan tahu kalau aku mati sudah memeluk agama Islam, maka yang saya perkenalkan Putri Cempa, sebab aku telah di remehkan oleh Si Patah, serta sudah tidak dianggap lelaki, sampai seperti ini dia menyiksaku, maka hanya aku ijinkan sampai tiga turunan menjadi raja. Sebab si Patah itu tiga turunan, Jawa, Cina dan Raksasa, maka berani memangsa diriku dan berbuat yang buruk, maka pesanku anak cucuku jangan sampai mendapat orang lain bangsa, sebab dengan menikah dengan bangsa lain akan melunturkan agama dan membuat hidup apes, maka aku berpesan jangan mengangkat Senapati perang bukan dari satu bangsa, nanti akan meremehkan atasannya, dalam peperangan, akan membabi buta, sudah sahid pesanku ini tulislah”
9.Setelah Sang Prabhu menyampaikan pesannya, segera melipat tangan, kemudian wafat, jenasahnya dimakamkan di Astana Sastrawulan di Majapahit, sampai sekarang masyarakat mengenal Putri Cempa yang dimakamkan disana, sedangkan yang sebenarnya Putri Cempa meninggal di Tuban wilayah Karang Kumuning.
10.Setelah tiga hari kematian Prabhu Brawijaya, diceritakan Sultan Bintara datang ke Ampelgadhing dan bertemu Nyai Ageng. Nyai Ageng berkata “Alangkah sayangnya Prabhu Jimbun tidak dapat melihat kematian Sang Ayah, jadi tidak bisa berbhakti dan meminta ijin menjadi Raja serta meminta maaf semua kesalahannya” Prabhu Jimbun berkata kepada Nyai Ageng semua ini sudah takdir, semua yang terlanjur terjadi harus dijalani. Sultan Demak hanya tiga hari di Ampel kemudian pulang.

Bagian XI
Wejangan Ki Kalamwadi kepada Dharmagandhul
1.Diceritakan Adipati Pengging dan Pranaraga yaitu Adipati Andayaningrat di Pengging dan Bathara Katong di Pranaraga sudah mendengar berita kalau negara Majapahit telah dilumpuhkan Adipati Demak, namun penyerangannya berpura-pura datang menghadap, sedangkan Sang Prabhu dan Raden Gugur pergi entah kemana. Adipati Pengging dan Pranaraga sangat bersedih, kemudian mengumpulkan pasukan untuk berperang ke Demak, mengabdi kepada sang ayah merebut kembali kerajaannya. Pasukan telah siap dengan persenjataan lengkap, tiba-tiba datang utusan Sang Prabhu menyerahkan Surat, Adipati Pengging dan Pranaraga setelah menerima dan membaca surat, surat tersebut segera disembah, sangat bersedih, hanya dapat menggelengkan kepala, menggerutu, wajahnya tampak memerah bagaikan api, dan terdengar suaranya, yang intinya mengutuk dirinya agar tidak lama hidup, daripada memperpanjang rasa malunya. Kedua Adipati bersikukuh tidak akan pergi ke Demak, karena gelapnya pikiran mereka sakit, tidak lama kemudian mereka wafat, kematiannya karena di santet oleh Sunan Giri agar tidak mengacau di kemudian hari. Maka cerita runtuhnya Majapahit hanya sangat singkat tidak sebanding dengan besar dan luasnya wilayah, karena membuka aib Raja, anak memusuhi ayah, kalau dirasakan memang sangat hina. Maka cerita runtuhnya Majapahit dibuat cerita oleh para pujangga sebagai berikut :
1. Karena saktinya Para Wali, Keris Sunan Giri ketika dikeluarkan dari wadahnya mengeluarkan lebah dan menyengat rakyat Majapahit.
2. Sunan Cirebon pusarnya keluar beribu-ribu tikus dan memakan bekal serta pelengkapan kuda, rakyat Majapahit bubar melihat banyaknya tikus.
3. Peti dari Palembang ditengah peperangan dibuka dan mengeluarkan Dhemit, rakyat Majapahit bubar karena diteror oleh Dhemit.
4. Sang Prabu Brawijaya meninggal dangan cara bunuh diri.
2.Kemudian Kyai Kalamwadi berkata kepada muridnya, Dharmagandhul seperti berikut, semua itu hanya rekaan, sebenarnya runtuhnya Majapahit seperti yang telah saya ceritakan didepan. Negara Majapahit bukanlah negara yang mudah rusak, tetapi bisa rusak hanya karena di makan oleh tikus. Umumnya tawon itu bubar karena dimakan manusia, hutan angker banyak dhemit, bubarnya dhemit juga karena hutan dirusak manusia untuk ditanami. Siapa yang percaya kalau Majapahit runtuh karena lebah, tikus dan dhemit, itu sebuah bukti kalau orang yang membuat cerita sangat bodoh, sebab cerita semacam itu termasuk aneh dan tidak masuk akal, tidak cocok lahir dan bathin, maka hanya sebagai cerita rekaan, apabila dibuat cerita nyata akan membuka aib Majapahit, maka hanya dibuat rekaan yang tidak masuk akal. Arti dari kiasan tersebut, tikus itu berwatak suka mengerogoti, kalau dibiarkan kelamaan akan merajalela, artinya para ulama saat datang meminta kehidupan, setelah diberikan memberikan balasan yang tidak baik. Tawon itu membawa madu yang rasanya manis, senjatanya sengat yang berada di dubur, tempat hidupnya di tala atau gawok, artinya datang dengan ucapan yang manis kemudian merusak dari belakang, tala artinya mentala (tega), maksudnya tega merusak Majapahit.
3.Sedangkan Dhemit dimasukkan pada peti dari Palembang, ketika dibuka bersuara jumeglug (menggelegar), artinya Palembang itu mlembang (melompat), maksudnya ganti agama, peti artinya tempat yang rapat sebagai wadah barang yang samar, dhemit artinya samar, dan juga tukang teror. Maksudnya demikian runtuhnya Majapahit karena diteror secara tersembunyi dan samar, disaat akan menyerang tidak ada perkataan apa-apa, hanya serangan mendadak, maka rakyat Majapahit tidak siap senjata, tiba-tiba Adipati Terung telah membantu Adipati Demak.
4.Secara sejarah tidak ada Negara sebesar Majapahit runtuh hanya karena disengat lebah dan di makan tikus, ataupun rakyat se negara bubar karena disantet dhemit. Runtuhnya Majapahit bersuara menggelegar, terdengar sampai diseluruh negara, runtuhnya Majapahit karena diserang oleh Wali Wolu (Delapan Wali) yang dimuliakan orang Jawa, sedangkan wali ke sembilan adalah Adipati Demak,mereka semua telah menentang balik.
5.Ki Kalamwadi berkata lagi, Guruku Raden Budi Sukardi, sebelum Majapahit runtuh, tidak ada burung kuntul yang memiliki jambul, setelah negara ini pindah ke Demak, keadaan di dunia berubah, burung kuntul memiliki jambul.
6.Prabu Brawijaya diibaratkan “kêbo kombang atine êntek dimangsa tuma kinjir” (Kerbau kumbang yang hatinya habis karena dimakan kutu celeng), kebo artinya Raja kaya, Kombang artinya diam tetapi bersuara gaduh, maksudnya Prabhu Brawijaya sakit hati ketika Majapahit diserang, hanya diam dan bergerutu tidak mau melawannya, tuma kinjir (kutu celeng) tuma artinya tuman (terbiasa), maksudnya Raden Patah ketika datang ke Majapahit dan menyembah, lalu memohon pangkat artinya mendapat hati atau perhatian oleh Sang Prabhu, akhirnya menyerang negara, tidak menimbang benar dan salah, sampai menghabiskan dan menyakiti hati Sang Prabhu.
7.Sedangkan Kuntul berjambul mengibaratkan Sultan Demak, yang menghina Sang Rama karena beragama Budha dan kafir, makan Gusti Allah memberikan perumpamaan “Githok Kuntul Kinuciran” (Punggung Kuntul berjambul), artinya lihatlah punggungmu sendiri, ibumu Putri Cina, tidak boleh menghina orang dari bangsa lain, Sang Prabhu Jimbun itu tiga benih, Jawa Sang Prabhu Brawijaya, maka Sang Prabhu memiliki niat menjadi Raja, menginginkan cepat kaya, sebab tertarik oleh ibunya, sedangkan berwatak berani tanpa perhitungan, itu benih dari Sang Arya Damar, sebab Arya Damar ibunya Putri Raksasa yang suka meminum darah, suka menyiksa, maka ada kuntuk yang berjambul itu kehendak Allah, tidak hanya untuk Sunan Demak saja yang disuruh untuk mengakui kesalahannya, tetapi juga para wali, apabila tidak mau mengakui kesalahannya, berdosa lahir dan bathin, maka dinamakan Wali diartikan Walikan (kebalikan), diberi kebajikan membalas kejahatan.
8.Sedangkan kedatangan bangsa Cina ke Jawa diceritakan sebagai berikut, katanya pada zaman kuno, ketika santri Jawa belum memiliki pengetahuan, setelah mati, suksmanya terbawa angin dan tumbuh di Cina, maka sekarang kembali pulang ke Tanah Jawa, jadi suksma bangsa Cina itu juga berasal dari Jawa.
9.Dharmagandhul berkata “Kyai apa yang dimaksud dengan agama Srani ?” Kyai Kalamwadi menjelaskan “Yang dimaksud agama Srani itu maksudnya dengan sarana berbhakti, berbhakti dengan pangeran dengan sungguh – sungguh, tidak menyembah berhala, hanya menyembah Allah, maka menyebut Gusti Kanjeng Nabi Isa itu Putra Allah sebab Allah yang menciptakannya, demikian yang dikatakan dalam Kitab Anbiya”
10.Kyai Kalamwadi melanjutkan ceritanya. Sultan Demak pandai dalam hal gaib, merasa kena marah dari Yang Maha Kuasa, maka mengakui semua kesalahannya, lalu berzaiarah ke makam Sang Rama, setelah tiga hari ditengah kuburan tumbuh pohon berwarna empat macam, pertama berwarna kemerahan daun dan bunganya, kedua daun dan bunga berwarna biasa, ketiga pohon dengan daun lebat bagaikan payung, keempat pohon dengan daun lembut tetapi berduri, dan saat itu dimakam Sang Prabhu terdengar suara “Habis sudah cinta kasihku pada anak, yang telah enak makan dan nyenyak tidur, ada gajah digertak kucing, meskipun secara lahir telah mati, tetapi ingatlah kalau telah ada agama Kawruh, semua akan aku balas, akan aku ajari ilmu tentang nalar, benar dan salah, peraturnnya sama seperti dahulu, makan babi ketika zaman Majapahit”
11.Setelah Sutan Demak mendengar suara tersebut, dalam hati merasa menyesal apa yang telah dilakukan, sampai beberapa saat terdiam, merasa bersalah telah menuruti perkataan semua sunan, sampai berani memusuhi Sang Rama dan merusak Majapahit. Sejak saat itu ditanah kuburan ada empat jenis tanaman, yaitu Tlasih, Semboja, Turugajah dan Getakkucing. Sampai sekarang pohon Semboja tumbuh di kuburan, bunga Tlasih untuk mengirim leluhur, daun Getakkucing bila tersenggol kemudian bergerak dan menutup seperti daun Getakkucing.
12.Setelah itu, Sultan Demak pulang, sepulang dari makam Sang Rama, dalam hati merasa sedih dan menyadari semua kesalahannya. Sunan Kalijaga juga pandai dalam hal gaib,diibaratkan seperti Yang Maha Kuasa, maka juga merasa sedih dan menyadari semua kesalahannya,kemudian berpakaian serba hitam, berbeda dengan wali yang lain yang berpakaian serba putih. Mereka tidak menyadari akan kesalahannya, hanya Sunan Kalijaga sendiri yang merasakan murka Yang Maha Kuasa, kemudian bertobat, dan akhirnya mendapat pengampunan dari Allah, digambarkan dengan orong-orong yang dari leher sampai punggung diselipi serpihan kayu jati, maksudnya sebenarnya mencari ilmu itu tidak usah berguru kepada orang Arab, ilmu Gusti Allah telah ada dipunggungmu sendiri, hanya berupa puji, tetapi bukan pujian terhadap ilmu, yang memberikan ilmu hidup yang sejati, hidup menjadi bayangan Dzat pangeran, manusia tidak berdaya, hanya sekedar menjalankan, budi yang menggerakkan, sabda keluar dari keinginan, keinginan keluar dari budi, budi itu Dzat Yang Maha Agung, Agung itu telah tersedia, tidak kurang, tak ditambahi, tak berlebihan dan tak kekurangan tempat.
13.Kyai Kalamwadi melanjutkan ceritanya “Kata guruku Raden Budi Sukardi demikian, pujian yang diterima Allah itu Sindhenan Dharudhembel. Kata Dhar itu artinya wudar (terlepas), ru artinya ruwet dan rumit, sedangkan dhembel artinya menjadi satu, kalau sudah menemukan titik temu ntara sarat, sariat, tarekat, hakekat dan marifat, itu telah memuji tanpa berucap, sarak itu syarat menjalani hidup, menolak dan menerima iktiar dan mempelajari sariat, pemilih ilmu kasar dan halus, tarekat itu menimbang dan membandingkan yang benar dan salah, hakekat itu wujud, wujud dari kehendak Allah, yang menggerakkan budi, mengetahui satu persatu. Kalau engkau telah mengetahui arti Dharudhembel, pasti sudah puas terhadap pengetahuanmu sendiri. Makan buah dari ilmu dan budi, sembahnya bagaikan besi yang diangkat dari pembakaran, hilang warna merah hanya berwarna satu saja, yang memuji dan yang dipuji telah menjadi satu, dhembel berwujud satu. Kalau engkau telah memahami apa yang saya sampaikan itu namanya Munajad. Umpama orang menembak burung, kalau tidak tahu dimana burung berada mana mungkin kena, kalau ilmu orang pandai tidak sulit kalau dilihat, keluarnya dari otak”.
14.Dharmagandhul berkata, agar dijelaskan tentang tempat Nabi Adam dan Babu Kawa yang dihukum oleh Pangeran, sebab dari tempat makan buah kayu Kawruh yang ditanam ditengah taman Pirdaus. Ada lagi yang menyebutkan, yang dimakan Nabi Adam dan Kawa itu buah Kuldi yang ditanam di sorga. Maka meminta penjelasan, kalau di kitab Jawa bagaimana ceritanya, mengapa yang menyebutkan hanya kitab Arab dan kitab orang Srani.
15.Kyai Kalamwadi menjelaskan, kalau dikitab Jawa tidak menyebutkan demikian, namun sejarah Jawa juga ada yang menyebutkan keturunan Adam, yaitu Kitab Manik Maya. Kyai Kalamwadi menceritakan “Setelah buku pedoman Agama Budha dibakar, sebab menyesatkan agama Rasul, meskipun buku-buku yang disimpan , juga diambil dan dibakar, setelah Majapahit dilumpuhkan, siapa yang belum masuk Islam disiksa, maka orang-orang disana takut akan perintah Raja. Sedangkan orang-orang yang telah masuk Islam diberikan pangkat, tanah dan tidak terbebani pajak, maka orang – orang Majapahit masuk Islam karena menginginkan hadiah. Saat itu Sunan Kalijaga memiliki pemikiran, cerita leluhur jangan sampai terputus, kemudian menciptakan wayang, untuk mengganti kitab-kitab yang telah dibakar. Ratu Mataram juga membangun cerita sejarah leluhur Jawa, Buku yang masih disimpan diambil semua, tetapi banyak yang rusak, Sang Raja Mataram bertanya kepada pasukan, tetapi sudah tidak menemukannya, dari mulai Keraton Gilingwesi sampai Mataram sudah tidak diketahui ceritanya, buku-buku asli dari Demak dan Pajang diperiksa tetapi, menemukan tulisan Arab dan Taju Salatina juga Surya Alam yang menjadi pedoman, maka Sang Prabhu di Mataram bingung dengan niatnya membuat babad Carita Tanah Jawa. Sang Prabhu memerintahkan kepada pujangga untuk membuat Surat Babad Tanah Jawa, tetapi karena yang membuat tidak hanya satu orang, maka hasilnya tidak sama, yang dijadikan patokan Serat Lokapala, yang ceritanya seperti berikut”
16.Cucu Nabi Adam putra Nabi Sis, bernama Sayid Anwar, Sayid Anwar dimarahi oleh Sang Rama dan Kakeknya, karena berani makan buah kayu Budi yang ditanam di sorga. Keinginannya agar kekuasaannya dapat seperti kekuasaan Pangeran, tidak terima kalau hanya makan buah Kawruh dan buah Kuldi saja, tetapi buah Budi juga dimintanya. Sayid Anwar mulai menggunakan kemauannya sendiri, tidak mau memakai agama ayah dan kakeknya, jadi menolak agama leluhurnya, meski demikian juga mengakui sebagai keturunan Adam dan Sis, pendapat Sayid Anwar ada karena dirinya sendiri, hanya lantaran Adam dan Sis, tetapi dirinya ada karena Budi hawa Pangeran. Alasan mempunyai pendapat demikian karena beberapa alasan, Awalnya kosong, maka akan kembali kosong, kembali ke asal mulanya. Karena menuruti kehendaknya sendiri, Sayid Anwar pergi mengikuti kata hatinya menuju ke Timur dan sampai di Tanah Dewani, disana bertemu dengan Raja Jin bernama Prabhu Nuradi, Sayid Anwar ditanya dan menjelaskan semua kejadian yang menimpa dirinya. Akhirnya Sayid Anwar dijadikan menantu dan diberikan kerajaan, sebagai Raja dari para Jin dengan julukan Prabhu Nurcahya, sejak bertahtanya Prabhu Nurcahya, nama negaranya diubah menjadi Jawa. Sang Prabhu terkenal karena menguasai ilmu kasar dan halus. Setelah itu Sang Prabhu membuat sastra yang hany berjumlah dua puluh satu aksara, semua perkataan orang Jawa dapat diucapkan, dan dinamakan Sastra Endra Prawata. Kata Jawa diartikan nguja hawa (mengumbar hawa), keinginan Sang Prabhu agar keturunannya dapat menjadi Raja di Tanah Jawa. Sang Prabhu berputra satu orang bernama Sang Hyang Nurrasa, dan menikah dengan Putri Jin dan berputra satu orang yaitu Sang Hyang Wenang. Sang Hyang Wenang juga menikah dengan Putri Jin dan juga hanya berputra satu yaitu Sang Hyang Tunggal, Sang Hyang Tunggal menikah dengan putri Jin berputra Sang Hyang Guru, semua merupakan keturunan Sang Hyang Nurcahya, yang sama – sama memakan buah kayu Budi. Sang Hyang Guru merasa kalau kekuasaannya sama dengan Gusti Allah, kemudian membangun kerajaan di puncak Mahameru, serta mengakui kalau semua yang ada berawal dari adanya Budi dan hawa nafsu. Dewa telah menciptakan sifat roh, agamanya Budha budi, mengakui Gusti Allah, keinginan semacam itu diijinkan oleh Yang Maha Kuasa, serta direstui mengimbangi ciptaan Yang Maha Kuasa. Dewa itu bermakna dua macam, yaitu Budi Hawa, dan Wadi Dawa, maka beragama Budha. Disebut Dewi artinya kemaluan wanita dapat mengeluarkan kepala bayi.
17.Dharmagandhul diperintahkan untuk menimbang mana yang benar, makan buah pohon kawruh atau pohon Budi, atau buah kuldi. Pendapat Dharmagandhul semuanya benar, tergantung mana yang disenangi, diyakini salah satu jangan sampai salah. Kalau yang dimakan buah Kayu Budi, beragama Budha Budi, menyebut nama Dewa, kalau makan buah Kawruh, beragama Srani menyebut nama Kanjeng Nabi Isa, kalau yang dimakan buah kuldi, beragama Islam, menyebut nama Kanjeng Nabi Rasul, sedangkan yang suka Daun Budi, menyembah Pikkong, serta menjalankan ajaran Sisingbing dan Sicim, salah satu jangan sampai salah. Kalau bisa buah dari ketiga pohon tersebut dimakan semua, kalau orang tidak makan salah satu dari buah tersebut manjadi orang bodoh, hidupnya bagaikan batu, tidak memiliki keinginan dan tidak mengerti akan baik dan buruk. Namun alangkah baiknya, orang itu mengikuti alamnya sendiri saja, jadi hidupnya tidak sia-sia, kalau Kafilah makan buah Budi, ikut makan buah Budi, kalau Kafilah makan buah Kawruh, juga ikut makan buah Kawruh, kalau kafilah makan buah Kuldi, juga ikut makan buah Kuldi. Sedangkan tentang benar dan salahnya menjadi tanggungan Kafilah, sebab manjadi panutan banyak orang, harus benar, sebab menjadi panutan ibarat tanaman adalah batang pohonnya. Kalau orang tidak mau mengikuti kepada yang benar untuk diikuti, bagaikan ikan yang keluar dari air. Seumpama buah tidak mau menempel di pohon, pasti akan berserakan tanpa arah. Oleh sebab itu orang harus ingat pada agama yang menurunkannya, sebab apabila ada kesalahan Gusti Allah pasti memaafkannya. Dharmagandhul meminta penjelasan tentang perbedaan agama Rasul dengan agama lainnya.
18.Kyai Kalamwadi segera menerangkan perbedaannya, kalau perintah Yang Maha Kuasa, manusia diperintahkan untuk memuja agamanya, tetapi kemudian banyak yang salah, memuja barang yang terlihat, seperti keris, tumbak atau barang lainnya. Seperti itu akan merusak agamanya , sebab akan menyembah sesuatu yang terlihat oleh mata dan lupa terhadap Pangeran, sebab hanya terbayang apa yang dilihatnya. Orang hidup harus memiliki pegangan yaitu agama, sebab kalau tidak beragama pasti berdosa, hanya saja dosa tersebut ada yang banyak dan sedikit. Sedangkan yang dapat menghilangkan dosa tersebut hanya air suci, yaitu tekad suci lahir bathin. Yang disebut air tekad suci itu yang jernih, sebagai pemandian manusia, dapat membersihkan secara lahir dan bathinnya. Kalau orang yang memiliki kelebihan tidak mengharap masuk sorga, yang diinginkan dapat menikmati kemuliaan melebihi yang lain, jangan sampai sengsara, mempunyai nama baik yang disebut yang utama, bisa nikmat badan dan hatinya, mulia seperti asalnya, ketika masih dialam samar, tidak memiliki susah dan prihatin. Pintu sorga perlu dibersihkan dirawat dengan tekad mulia, agar tidak mengganggu di dunia, dapat selamat lahir bathin. Yang dimaksud pintu sorga dan neraka adalah dasar untuk menuju keselamatan atau celaka. Kalau baik akan menerima keselamatan, yang buruk akan menerima celaka, maka ucapan yang tidak baik akan mendapat hukuman, dan ucapan yang baik mendapat anugerah.
19.Dharmagandhul berkata lagi meminta penjelasan mengapa manusia di dunia ini ada laki laki dan perempuan, dan menjadi beraneka warna, ada Jawa, Arab, Belanda dan Cina. Dan sastra juga berbeda, bagaimana awal mulanya dan artinya, serta jumlah aksara juga berbeda, mengapa tidak memakai satu aksara yang sama.
20.Kyai Kalamwadi menjelaskan, semua itu telah menjadi kehendak Yang Maha Kuasa, maka aksara dibuat berbeda, agar umatnya dapat makan buah Budi, buah Kawruh, sebab manusia diberikan ingatan, dapat memetik buah Kawruh atau buah Budhi semampunya. Gusti Allah juga membuat sastra, tetapi sastranya meliputi bagian dalam, dan mengikuti wujud, yang disebut Sastra Kehidupan, manusia tidak dapat menggapai, meskipun Nabi dan Auliya hanya mampu menggapai semampunya. Buah Kawruh dan buah Budhi ditandai dengan sifat wujud, ditulis dikertas menggunakan tinta agar dapat dilihat orang, maka disebut Dalwang yang artinya metu wangune (keluar bentuknya), mangsi artinya mangsit, jadi kalau dalwang diberi mangsi (tinta) pasti akan keluar wujudnya, mangsit makan ilmu, maka disebut kalam, sebab ilmunya membawa alam. Sastra berwarna-warna ini pemberian Yang Maha Kuasa, itu wajib dimakan, agar kaya pengetahuan dan ingatan, hanya orang yang tidak tahu akan sastra pemberian Gusti Allah, pasti tidak akan tahu tentang wahyu. Auliya Gong Cu Sombong dengan meniru tulisan Gusti Allah, tetapi tidak dapat membuatnya, sastra tidak lengkap, menjadi sumbang, para Auliya pembuatan sastra dibatasi jumlahnya, hanya aksara Cina yang banyak jumlahnya, tetapi bunyinya sumbang, sebab Auliya yang membuat tergesa gesa makan buah Kawruh, padahal harus makan Buah Budi. Auliya tadi lupa kalau dirinya juga manusia, tetapi memaksakan memakai kekuasaan Yang Maha Kuasa, menggapai apa yang bukan kewajibanya, tergesa gesa tanpa perhitungan, membuat sastra yang jumlahnya tanpa perhitungan, bernama sastra daun. Daun pohon Budi dan Kawruh dipetik sedikit demi sedikit, dikumpulkan, kemudian dibuat sastra maka aksaranya sampai ribuan. Auliya Cina mendapat peringatan, sebab akan membuat aksara seperti buatan Gusti Allah, Auliya Jawa makan buah kayu Budhi sampai kenyang, maka membuat aksara dengan jumlah yang dibatasi, Auliya Arab makan buah Kuldi sangat banyak, pembuatan aksara juga dibatasi jumlahnya. Tetapi sastra buatan Gusti Allah berasal dari sabda, berwujud dengan sendirinya, maka bunyinya jelas, sastra tidak ada yang sama.
21.Dharmagandhul diperintahkan untuk menimbang, dari sastra buatan para Auliya tadi, mana yang memberikan pertandha luhur dan nistanya Budi. Dari pendapat Dharmagandhul, semua juga benar, tetapi apabila keluar dari Budhi. Sedangkan yang membuat aksara sedikit, tetapi telah mencukupi merupakan pertanda kalau lebih pandai daripada yang lain.
22.Kyai Kalamwadi berkata “Kalau manusia ingin mengetahui sastra Gusti Allah, tulisan tadi tidak dapat dilihat dengan mata lahir, tetapi dapat dilihat dengan mata bathin. Kalau demikian dapat terlihat, Gusti Allah hanya satu, tetapi Dzatnya meresapi segala bentuk, kalau memandang memakai hati yang jernih tidak bercampur dengan pikiran yang bermacam-macam, serta dengan cermat dalam melihat agar tidak salah dengan kenyataan”
23.Kyai Kalamwadi diduduk dihadap oleh istrinya bernama Endang Prejiwati. Dharmagandhul dan para Cantrik (abdi), juga sedang berada disana. Kyai Kalamwadi memberikan pelajaran kepada istrinya, menjalani kewajiban seorang suami memberikan petuah kepada istrinya. Sedangkan yang diajarkan mengenai ilmu kehidupan dan ilmu yang berguna untuk jalan menuju kematian, dalam hidup berumah tangga, wanita diibaratkan rumah, meskipun semua telah bersih, tetapi setiap hari harus dibersihkan dan dirawat. Dari perkataan Kyai Kalamwadi, orang itu kalau ditanya sebenarnya raga telah dapat menjawab, sebab disana telah ada Gusti Allah yang memberikan penjelasan, tetapi tidak terucap, hanya memberikan isyarat yang ditulis diseluruh badan.
24.Kyai Kalamwadi berkata”Karena aku hanya orang bodoh, aku tidak akan memberikan penjelasan yang bagus, aku hanya akan bertanya pada ragamu, karena dalam ragamu telah dapat menjawabnya”. Kemudian Kyai Kalamwadi menyampaikan sebagai berikut. tanganmu yang kiri (kiwa) telah memiliki arti sendiri dan memberikan pelajaran yang baik, menunjukkan bahwa ragamu itu berwujud kiwa, hanya hawa yang terlihat. Kata ki artinya ini, wa artinya wewadah (tempat), ragamu diibaratkan perahu, perahu itu diibaratkan wong wadon (orang wanita), wong artinya ngelowong (kosong), wadon artinya hanya menjadi wadah, dan isinya hanya tiga bab yaitu “Kar-ri-cis”. Kalau perahu itu telah ada tiga bab tersebut, wanita telah tercukupi kebutuhannya, tidak akan sakit hati. Penjelasan “Kar-ri-cis” sebagai berikut :
1. Kar, artinya dakar, kalau seorang suami telah dapat memenuhi kewajiban seorang suami, pasti seorang istri akan puas, dan akhirnya mendapat keselamatan dalam rumah tangganya.
2. Ri artinya pari (padi), sebagai makanan, apabila seorang suami telah dapat mencukupi kebutuhan makanan, pasti seorang istri akan tenteram dan tidak kecewa.
3. Cis artinya picis (uang) atau uang,maksudnya apabila seorang suami telah dapat memberikan uang yang cukup seorang istri akan tenteram hidupnya.
25.Namun sebaliknya apabila seorang suami tidak dapat memberika tiga hal tersebut, seorang istri akan sakit hati. Tangan tengen (Kanan) artinya etungen panggawemu (hitunglah pekerjaanmu), setiap hari sangguplah menjadi pembantu suami, seorang istri sudah berkewajiban membantu suami dalam mencari nafkah. Bahu artinya kanthi (bersama), maksudnya seorang istri menjadi pendamping suami dalam melakukan setiap pekerjaan.
26.Sikut artinya singkuren sakehing panggawe kang luput (hindarilah perbuatan yang keliru), ugel-ugel (sendi) artinya meskipun bertengkar, kalau masih saling mencintai tidak akan pernah berpisah. Epek-epek (telapak tangan) artinya ngepek jenenge kang lanang (ikut nama suami), sebab seorang wanita yang telah menikah, akan ikut memakai nama suami. Itulah yang disebut Warangka Manjing Curiga (wadah yang menjadi satu dengan kerisnya), warangka adalah istri, curiga adalah nama suami, Rajah di telapak tangan, seorang istri menganggap suami sebagai guru bagaikan dengan Rajanya.
27.Driji (jari) artinya pagar, maksudnya pagarilah dirimu dengan pagar kewibawaan, seorang wanita harus memiliki jiwa yang utama, sedangkan masing-masing jari itu memiliki arti. Jempol artinya empol (bagian dari batang kelapa bagian pucuk), apabila wanita diinginkan oleh suami, itu selalu ramah bagaikan empol kelapa. Panuduh (telunjuk), seorang wanita hendaknya mengikuti petunjuk suami, panunggul (jari tengah) artinya seorang istri hendaknya mengunggulkan suami agar mendapat manfaat yang baik. Driji manis (jari manis) seorang istri harus memiliki raut muka yang manis dan ceria, bicaranya harus jujur dan manis. Jenthik (kelingking) artinya kekuasaan istri hanya seperlima suami, maka wajib setya kepada suaminya.
28.Kuku têgêse ênggone rumêksa marang wadi, paribasane aja nganti kêndho tapihe. Mungguh pikikuhe wong jêjodhowan iku, wanita kudu sêtya marang lakine sarta nglakoni patang prakara, iya iku: pawon, paturon, pangrêksa, apa dene kudu nyingkiri padudon. Wong jêjodhowan yen wis nêtêpi kaya piwulang iki, mêsthi bisa slamêt sarta akeh têntrême.
Kuku artinya menjaga kerahasiaan, ibaratnya jangan sampai kendor kain jariknya (tapih). Maka yang menjadi pedoman orang berumah tangga, istri harus setia dengan suami dan menjalankan empat bab yaitu pawon (dapur/memasak), paturon (tempat tidur/menemani tidur), pangreksa (menjaga), dan menghidari padudon (pertengkaran), orang berumah tangga kalau sudah menjalankan ajaran ini pasti akan selamat dan tenteram.
29.Kyai Kalamwadi melanjutkan pembicaraannya, yang disampaikan mengenai pedoman orang dalam berumah tangga. Dari pembicaraan Kyai Kalamwadi, orang berumah tangga harus memiliki hati yang waspada, jangan sampai berbuat yang salah. Sedangkan yang menjadi pedoman seorang lelaki berumah tangga, bukan wajah maupun harta, hanya hati yang kuat, orang berumah tangga kalau mudah akan lebih mudah tetapi kalau sulit akan sangat sulit, orang berumah tangga, kalau sudah berpisah sulit untuk berkumpul lagi, tidak dapat dibeli dengan uang dan harta. Wanita harus selalu ingat kalau sudah menjadi istri, jangan sampai lupa, kesalahannya akan merajalela, sebab kalau wanita sudah ingkar juga akan menghilangkan pangerannya orang berumah tangga, sedangkan yang dinamakan ingkar bukan hanya selingkuh, tetapi segala bentuk yang tidak jujur dinamakan ingkar, maka seorang wanita harus jujur lahir dan bathin, karena kalau tidak melakukan hal tersebut akan berdosa akan dua hal, pertama berdosa dengan suami, yang kedua berdosa dengan Gusti Allah, kalau sudah demikan tidak akan pernah mendapatkan kehidupan yang enak. Maka hati harus selalu ingat, sebab semua tindakan itu mengikuti kemauan hati, sebab itu yang menjadi Raja dari badan. Orang berumah tangga diibaratkan perahu yang besar, jalannya mengikuti setang kemudi dan nahkoda, meskipun kemudinya benar, tetapi nahkodanya salah, jalannya pun juga tidak turut. Suami ibarat kemudi, istri ibarat nahkoda, meskipun baik dalam mengemudi, tetapi nahkoda tidak benar jalannya perahu juga tidak baik, serta tidak akan sampai pada tujuan, maka harus seiya sekata maksudnya orang berumahtangga harus sama tujuan, harus hidup rukun, kerukunan akan membawa ketentraman dan kesejahteraan, bukan hanya orang yang berumah tangga dengan rukun saja yang menerima ketentraman, tetapi juga tetangga sekelilingnya, oleh sebab itu orang rukun itu sangat baik.
30.Kamu aku beritahu, jalan mencapai kemuliaan itu ada empat 1) Mulia dari nama, 2)Mulia dari harta, 3) Mulia karena banyak ilmu, 4) Mulia dari kepandaian. Yang dimaksud mulia dari nama, orang dapat mendapat keberuntungan yang besar, tetapi keberuntungan tersebut bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi juga berbagi dengan orang lain. sedangkan yang mulia karena harta, mulia karena banyak ilmu dan mulia karena kepintaran, dimanapun berada akan mendapat kehormatan. Begitu pula jalan untuk sengsar juga ada empat 1) Rusaknya hati, orang kalau pikirannya rusak, maka raga juga akan rusak, 2)Rusaknya Raga, karena sakit 3) Rusaknya nama, yaitu orang yang miskin, 4) Rusaknya budi, yaitu orang bodoh, bernalar sempit, orang bodoh umumnya mudah marah.
31.Yang dinamakan orang mendapat anugerah Gusti Allah, orang yang segar bugar, sehat dan tercukupi, dan juga tenteram hatinya. Orang hidup yang ingin menjadi orang terhormat, berusahalah memiliki nama baik, dan menjadi teladan bagi orang yang ditinggalnya kelak.
32.Ki Dharmagandhul meminta dijelaskan mengenai orang di jaman kuno dan orang jaman sekarang, sebenarnya lebih pandai yang mana, sebab banyak pendapat mengenai hal ini. Kyai Kalamwadi berkata”Orang jaman kuno dan jaman sekarang itu sama-sama pandai, hanya bagi orang kuno belum dapat menggunakan kepandaiannya, maka sering disebut tidak pandai, sedangkan orang jaman sekarang itu dikatakan pandai sebab dapat menggunakan kepandaiannya. Orang jaman kuno sebenarnya juga telah memiliki banyak kepandaian, yang dapat menggunakan orang jaman sekarang. Misalnya tidak ada kepandaian orang jaman kuno, pasti juga tidak ada teladan bagi orang jaman sekarang, sebab keadaan sekarang juga banyak berkaca pada keadaan jaman kuno. Orang jaman sekarang, merubah keadaan yang sudah ada yang salah kemudian dibenarkan, orang jaman sekarang tidak dapat membuat sastra, kalau manusia itu merasa pandai, itu tidak menyadari menjadi umat Tuhan, padahal kehidupan manusia hanya sekedar menjalani saja, hanya memakai raga, sedangkan tindak tanduknya telah ada yang mengatur. Kalau kamu pingin mengerti orang pandai yang sebenarnya, semua ada pada wanita yang menumbuk padi setiap hari, tampah diisi padi, kemudia diputar, gabah yang ada berpisah, berupa beras, menir (beras pecah), kemudian tinggal mengambil saja. Maksudnya beras yang akan dimasak harus dibersihkan terlebih dahulu, menurut keinginan yang akan memasak. Kalau dapat menjadi orang seperti wanita penumbuk padi yang memilahkan gabah dan beras, kamu adalah orang yang unggul, tetapi seperti itu bukan kewajibanmu, itu kewajiban Raja yang memimpin rakyatnya. Sedangkan kewajibanmu hanya mengerti tentang tatanan kerajaan agar hidupmu tidak diremehkan sesama manusia, hidupmu akan selamat, akan menjadi sesepuh, dapat menjadi tempat bertanya orang lain dalam mengabdi pada negara. Maka aku berpesan padamu, jangan sekali-kali merasa pandai, karena seperti itu bukan kewajiban manusia untuk merasa pandai, nanti akan mengakibatkan dibenci Yang Maha Kuasa. Kelebihan Gusti Allah tidak dapat dijangkau manusia, sadarilah kalau manusia hanya sekedar menjalani, ada orang pandai tetapi masih ada yang melebihi, ada juga orang pandai yang kalah dengan orang pengalaman, pandai bodohnya manusia itu kehendak Yang Maha Kuasa, apa yang dipunya manusia, apa kepandaiannya, semua itu hanya titipan, apabila telah dipanggil, semua akan sirna, karena kemahakuasaan Gusti Allah kelebihan tadi diberikan orang pengalaman, kemudian memiliki kelebihan yang melebihi orang pintar, maka pesanku carilah ilmu yang nyata, sebab itu semua berhubungan dengan moksa”.
33.Ki Dharmagandhul berkata lagi, meminta penjelasan mengenai peninggalan Kerajaan Kedhiri, kerajaannya Prabu Jayabaya. Kyai Kalamwadi berkata “Sang Prabu Jayabaya tidak menjadi Raja di Kedhiri, keratonnya di Daha, sebelah Timur Sungai Berantas. Sedangkan Kedhiri berada di sebelah Barat Sungai Berantas sebelah Timur Gunung Wilis, di Desa Klotok , ada batu bata putih, petilasan Sri Pujaningrat. Sedangkan petilasan Sri Jayabaya ada di Daha, sekarang bernama Desa Menang, petilasan keraton telah tiada sebab tertimbun lahar gunung kelud, petilasan-petilsan itu telah hilang, Pesanggrahan Wanacatur dan Taman Bagendhawati juga telah sirna, sedangkan pesanggrahan Sabdo, keraton Ratu Pagedhongan juga sirna. Yang masih tersisa hanya arca buatan Sri Jayabaya, yaitu Candi Prudhung, Tegalwangi sebelah timur laut Desa Menang, dan arca raksasa perempuan itu yang tangannya dipatahkan oleh Sunan Benang ketika berkelana di Kedhiri, arca tersebut menghadap ke Barat, ada lagi arca kuda yang berkepala dua, di Desa Bogem wilayah Sukareja. Awal mula Sri Jayabaya membuat arca, beginilah ceritanya”
34.Di Lodhaya ada raksasa wanita yang ingin menjadi istri Sang Prabhu Jayabaya, tetapi belum sempat berkata kehadapan Sang Prabhu, telah dirampok oleh pasukan kecil, raksasa tersebut kalah tetapi belum mati, ketika ditanya, jujur kalau ingin memohon untuk menjadi istri Sang Prabhu. Sang Prabhu segera memriksa, setelah ditanya juga jujur ingin menjadi istrinya. Sang Prabhu berkata demikian “Raksasa, ketahuilah atas kehendak Dewata, aku ini bukan jodohmu, kamu aku beritahu, setelah kepergianku, disebelah barat akan ada Raja di Prambanan, itu yang menjadi jodohmu, tetapi jangan berwujud seperti ini, berwujudlah manusia, bernama Rara Jonggrang”
35.Setelah berkata demikian, raksasa tersebut mati. Sang Prabhu berkata pada pasukan agar tempat dimana raksasa itu mati diberi nama Desa Gumuruh. Tidak lama Sri Jayabaya membuat Araca di Desa Bogem. Arca tadi berbentuk kuda berkepala dua dan kiri kanannya dibuat parit. Sang Patih yang bernama Buta Locaya dan Senapatinya bernama Tunggulwulung berkata pada Sang Prabhu yang intinya, meminta penjelasan mengapa Sang Prabhu membuat arca semacam itu. Sang Prabhu berkata bahwa itu hanya sebagai gambaran, bahwa siapa yang melihat arca itu akan mengetahui keinginan wanita dijaman kelak, saat jaman Nusa Srenggi. Bogem artinya tempat bangsa yang unggul, artinya wanita itu bangsa yang penuh rahasia. Laren yang mengelilingi arca artinya sengkeran, sedangkan kuda sengkeran ibarat wanita yang dihindari. Berkepala dua menggambarkan kalau wanita di jaman besok banyak yang bermuka dua, meskipun telah dijaga dengan ketat, dapat juga berpaling, lagaran artinya kendaraan tanpa alat. Kelak banyak orang menikah tanpa restu orang tua, sebab telah bersenggama dahulu, kalau cocok dinikahi, kalau tidak juga tidak di nikahi.
36. Sang Prabu ênggone yasa candhi, prêlu kanggo nyêdhiyani yen ana wadyabala kang mati banjur diobong ana ing kono, supaya bisa sirna mulih marang alam sêpi. Yen pinuju ngobong mayit, Sang Prabu uga karsa rawuh ngurmati.
Sang Prabhu membuat candi dengan maksud, untuk menyediakan tempat apabila ada pasukan yang mati dan dibakar disana, agar dapat sirna kembali ke alam sepi. Ketika ada pembakaran mayat, Sang Prabhu juga menyempatkan hadir memberikan penghormatan.
37.Hal yang demikian telah menjadi tradisi para Raja jaman Kuno, maka yang menjadi permohonanku pada Dewata agar Sang Prabhu mau membuat Candi sebagai tempat pembakaran Mayat, seperti tradisi Raja di Jaman Kuno, sebab aku ini anak dhalang, jangan terlalu lama menyembah, sesuatu yang berwujud tetapi tak bernyawa, dapat kembali ke asal mulanya. Setelah Sang Prabhu Jayabaya Moksa, Patih Buta Locaya dan Senapati Tunggulwulung dan putra Sang prabhu bernama Ni Mas Ratu Pagedhongan ikut mencapai Moksa.
38.Buta Locaya menjadi Raja Dhemit di Kedhiri, Tunggulwulung di Gunung Kelud, dan Ni Mas Ratu Pagedhongan menjadi Ratu Dhemit di Laut Selatan bernama Ratu Anginangin. Ada kekasih Sang Prabhu Jayabaya bernama Kramataruna, ketika Sri Jaya Baya belum Moksa, Kramataruna disuruh berada di Sendang Kalasan. Setelah tiga ratus tahun, putra Ratu Prambanan Lemumbardadu atau Sang Pujaningrat, menjadi Raja di Kedhiri, kerajaannya disebelah Barat bengawan. Kedhi artinya wanita yang tidak memakai jarit, dhiri artinya sombong, yang memberikan nama Retna Dewi Kilisuci, semua itu dicocokkan dengan keadaannya, sebab Dewi Kilisuci alergi dengan lelaki, dan tidak memakai jarit. Dewi Kilisuci mengutuk negaranya jangan banyak darah manusia yang keluar. Maka Kedhiri juga disebut negara wanita, kalau mendatangi musuh banyak menang, tetapi kalau didatangi musuh akan kalah, maka watak wanita Kedhiri sangat sombong, sebab terkena kutukan Sang Retna Dewi Kilisuci, Dewi Kilisuci adalah kakak Raja Jenggala, Sang Retna bertapa di goa Selamalang, di kaki gunung wilis.
TAMAT